KOMPAS.com - Di galaksi Bima Sakti, Jupiter diketahui sebagai planet terbesar dan menurut Badan Antariksa Amerika (NASA), planet ini menampung lebih dari 1.000 Bumi di dalamnya. Namun, ternyata ada objek raksasa yang lebih besar dari Jupiter di alam semesta ini.
Semesta memiliki banyak objek besar maupun kecil yang jaraknya berjauhan. Menurut Cornell University, selain Jupiter, Matahari juga merupakan bintang terbesar yang dapat menampung jutaan Bumi.
Bahkan Matahari, yang merupakan bintang tipe G, memiliki ukuran rata-rata dibanding bintang lainnya.
Bintang terbesar yang disebut UY Scuti, dapat menampung 1.700 matahari di dalamnya, dengan catatan margin kesalahan kira-kira sebesar 192 lebar matahari.
Baca juga: Dahsyatnya Letusan Lubang Hitam di Galaksi Ini Terkuat di Alam Semesta
Lalu, di antara objek-objek besar di alam semesta, objek apa yang termasuk kluster terbesar?
Pada 2013, astronom melaporkan sebuah kluster terbesar dalam alam semesta yang disebut Hercules-Corona Borealis Great Wall.
Besarnya ukuran objek ini membuat cahaya membutuhkan waktu 10 miliar tahun untuk bergerak melintasi strukturnya. Sebagai informasi, alam semesta baru berusia 13,8 miliar tahun.
Penemuan objek ini terungkap saat tim peneliti, yang dipimpin oleh Istvan Horvarth dari University of Public Service di Hongaria, melihat fenomena kosmik singkat yang dikenal sebagai semburan sinar gamma.
Baca juga: Gas Aneh Dekati Jantung Galaksi Bima Sakti, Mungkinkah Lubang Hitam?
Diperkirakan semburan tersebut berasal dari supernova atau bintang masif yang meledak pada akhir hidupnya. Survei awal menunjukkan sinar gamma terkonsentrasi sekitar 10 miliar tahun cahaya ke arah rasi bintang Hercules dan Corona Borealis.
Kemudian para peneliti menganggap semburan sinar gamma sebagai sebuah indikasi baik karena bintang-bintang besar cenderung berkumpul di daerah padat.
Akan tetapi, ternyata struktur ukurannya sangat besar dan memancing pertanyaan dari para peneliti mengenai bagaimana struktur sebesar itu dapat terbentuk.
Sebuah artikel dari Discovery News pada 2013 menunjukkan struktur ini terlihat bertentangan dengan prinsip kosmologi atau bagaimana alam semesta terbentuk dan berevolusi.
Prinsip dari struktur ini seolah mengatakan materi harus dilihat dengan cara yang sama pada skala yang cukup besar. Padahal, kluster tidak dapat dilihat dengan seragam.
"Saya berpikir struktur ini terlalu besar untuk menjadi nyata. Bahkan, sebagai rekan peneliti, saya masih ragu," ujar Jon Hakkila, seorang astronom di College of Charleston di Carolina Selatan, dalam sebuah siaran pers pada 2014, dikutip dari Space pada Senin (2/3/2020).
Dia menjelaskan ada kemungkinan peneliti dapat melihat angka acak dari sinar gamma pada lokasi tersebut, namun kemungkinannya kurang dari satu banding 100.
Baca juga: Pecahkan Rekor, Satelit NASA Ini Nyaris Menyentuh Matahari