Dari sudut pandang nilai budaya, ibu tersebut merasa bahwa tempat duduk prioritas adalah untuk orang tua, ibu hamil dan anak-anak.
"Mungkin benar bahwa ibu tersebut menganggap dia berhak duduk di tempat itu. Tapi sekali lagi, ibu tersebut lupa bahwa bangku prioritas diperuntukkan untuk duduk. Bukan untuk meletakkan barang. Oleh karena itu, petugas yang menegurnya juga tidak salah," ungkap Endang.
"Kenapa kemudian ibu itu menyerang mbak-mbak yang duduk di depannya, sebenarnya itu lebih kepada tindakan spontan," jelas Endang.
Dia melanjutkan, secara tidak sadar, ibu tersebut merasa bahwa petugas keamanan lebih kuat dari dirinya, baik secara fisik maupun secara "status".
Hal inilah yang kemudian membuat ibu tersebut tidak dapat melampiaskan kemarahannya kepada petugas keamanan.
"Sasaran ekspresi rasa frustrasi dan kemarahannya akibat merasa "dipermalukan" di depan umum (sifatnya subyektif) tadi, kemudian beralih ke penumpang di depannya, yang menurut ibu tersebut tidak pada tempatnya duduk di bangku prioritas," katanya.
Endang yakin, saat melakukan "penyerangan", ibu tersebut tidak memilih targetnya sedari awal.
Ini artinya, reaksi frustasi-agresi bersifat spontan dan random.
"Di antara tiga wanita muda yang duduk di depannya, kenapa wanita yang di tengah yang kemudian menjadi sasaran, itu menunjukkan bahwa reaksi frustrasi-agresi yang terjadi betul-betul bersifat spontan dan random," ungkapnya.
Dia menjelaskan, dasar pemikirannya adalah nilai budaya yang dianut oleh ibu tersebut.
"Bahwa seharusnya orang muda yang ditegur. Bukan dirinya yang masuk kategori berhak untuk duduk di bangku prioritas," imbuhnya.
Ciri dan reaksi seseorang terhadap rasa frustasi, dikatakan Endang, berbeda-beda.
Kondisi emosi berpengaruh terhadap perilaku yang muncul.
Namun biasanya, orang yang frustrasi cenderung menyalahkan orang lain.
"Kemungkinan regulasi emosi ibu tersebut, pada saat itu sedang dalam kondisi rendah. Sehingga dia tidak mampu memanage (emosi) dengan baik," kata Endang.
"Masalah tidak akan terjadi apabila ibu tersebut dalam kondisi emosi yang lebih baik. Misalnya setelah ditegur atau diingatkan oleh petugas keamanan, ibu tersebut meminta bantuan petugas keamanan yang menegurnya untuk membantu meletakkan barang bawaannya di tempat bagasi di atas. Bukan menyalahkan mbak-mbak yang menjadi korban dalam kasus ini," tandasnya.
Baca juga: Viral Dedy Susanto, Bagaimana Sih Standar Psikolog Lakukan Terapi?