Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Dedy Susanto, Siapa yang Disebut Psikolog dan Berhak Menerapi?

Kompas.com - 16/02/2020, 13:09 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Nama Dedy Susanto belakangan mencuat setelah selebgram dan pembawa acara Revina VT mengulik informasi lebih dalam tentang pria yang merupakan doktor psikologi itu.

Singkat cerita, Dedy awalnya mengajak Revina untuk berkolaborasi membuat konten YouTube.

Sebelum melakukan kolaborasi itu, Revina mencari tahu siapa Dedy. Hingga dia menemukan informasi mengejutkan perihal izin praktik Dedy dan isu pelecehan seksual yang dilakukan pada pasien pun ikut bermunculan.

Saat Revina memeriksa apakah nama doktor Dedy terdaftar sebagai tenaga medis di SIK HIMPSI (Sistem Informasi Keanggotaan Himpunan Psikologi Indonesia), hasinya nihil. Nama Dedy Susanto tak ditemukan.

Lantas, siapa aja yang bisa memberikan terapi psikologi?

Baca juga: Perdagangan Bayi di Palembang, Begini Hasil Analisis Psikolog

Menjawab pertanyaan ini, Kompas.com menghubungi psikolog klinis sekaligus Dekan Fakultas Psikologi Undip, Dr. Hastaning Sakti, M.Kes.

Terlepas dari apa yang dilakukan Dedy Susanto, Hasta menjelaskan siapa yang disebut psikolog dan berhak melakukan terapi psikologi secara umum.

Hasta menjelaskan, seseorang dapat dikatakan sebagai psikolog bila telah melalui berapa tahapan.

"Pertama, lulus S1 atau sarjana harus dari Fakultas Psikologi," terang Hasta kepada Kompas.com, Minggu (16/2/2020).

Dia menjelaskan, sarjana psikologi mendapat semua dasar ilmu psikologi.

Mulai dari sejarah sampai bagiamana menjadi konselor yang baik, melakukan wawancara, melakukan observasi, mengetahui aneka macam terapi dan tes, dan membuat perangkat tes psikologinya.

"Ketika dia (mahasiswa S1 psikologi) lulus, itu belum dikatakan psikolog. Nah, dia kemudian mengambil profesi psikologi di S2 atau Magister Psikologi. Setelah dia lulus dari Magister profesi psikologi, baru dikatakan psikolog. Itu pun dia sebelumnya harus mencari bermacam-macam kasus dan sebagainya, termasuk mendapat lisensi Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI)," kata Hasta.

"Ini (Magister Psikolog) berbeda dengan Magister Sains. Jika S1-nya psikologi kemudian S2 masuk program sains, itu dia tidak memiliki lisensi untuk buka praktik karena dia bukan psikolog," jelasnya.

Hasta melanjutkan, seseorang baru bisa dikatakan sebagai psikolog jika memang dia memiliki kualifikasi lulusan dari sarjana dan magister profesi psikologi. Selain itu tidak.

Sebagai contoh, jika seseorang lulusan sarjana psikologi kemudian mengambil magister di bidang lain, dia tidak dapat disebut psikolog.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau