Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rebutan 5G antara AS dan China Juga Mengenai Supremasi Militer

Kompas.com - 22/05/2019, 19:32 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com – Bayangkan sekelompok tentara yang bergerilya di hutan. Mereka bergerak maju dengan jarak satu sama lain hanya beberapa ratus meter. Di pergelangan tangan mereka, sebuah jam tangan pintar menampilkan posisi semua anggota kawanan mereka.

Tentara-tentara ini merasa percaya diri dan aman karena jika tertembak sekali pun pun, jam tangan pintarnya akan bisa langsung mendeteksi, mengeratkan sabuk di area tubuhnya yang terluka, menginjeksikan pertolongan pertama dan mengirimkan peringatan ke tentara lainnya dan tim medis terdekat.

Segera setelahnya, tank tanpa awak akan datang menyusul dan helikopter ambulans datang untuk membantu.

Apa yang Anda baca di atas bukanlah skenario novel fiksi, tetapi teknologi internet of things yang sedang dikembangkan di atas jaringan 5G dan kecerdasan buatan atau AI.

Baca juga: Ada Apa dengan 5G, Pokok Permasalahan AS dengan Huawei?

Seperti yang dilaporkan dalam artikel Kompas.com sebelumnya, kekuatan 5G ada pada kecepatannya yang luar biasa, mencapai 20 gigabit per detik.

Orang awam mungkin membayangkannya hanya sebagai waktu download yang jauh lebih singkat. Namun bagi para pakar, kecepatan itu menyimpan potensi yang jauh lebih besar, yaitu internet of things.

Sederhananya, internet of things (IOT) akan memungkinkan komunikasi mesin ke mesin, di mana data dalam jumlah yang luar biasa besar bisa berpindah dari satu mesin ke mesin lain secara real time tanpa intervensi manusia.

Para pakar, seperti peneliti AI dan telekomunikasi dari University of Electronic Science and Technology of China Dr Clark Shu, meyakini bahwa IOT yang didukung oleh 5G akan mengubah cara kita berperang.

“Jaringan 5G dan internet of things memperbesar dan memperdalam kognisi situasi di medan perang hingga beberapa magnitudo dan memproduksi data raksasa, yang membutuhkan AI untuk menganalisisnya dan bahkan memberikan perintah,” ujarnya, seperti dilansir dari South China Morning Post (SCMP), 31 Januari 2019.

Baca juga: Dampak Tersembunyi dari Rencana Peralihan Jaringan 4G ke 5G

Pendapat Shu ini senada dengan laporan yang terbit pada 2017 dalam media militer China, China Defence News.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa peralatan militer yang ditanami alat komunikasi akan bisa membentuk IOT, di mana komunikasi bisa terjadi antar alat dan tanpa membutuhkan satelit, sehingga sumber daya dapat diarahkan ke kebutuhan yang lebih penting dan biaya operasi militer dapat diturunkan.

Inilah sebabnya konflik Amerika Serikat dengan China mengenai 5G dan siapa yang memilikinya bukan sekadar soal nilai ekonominya saja, tetapi juga mengenai supremasi militer negara yang memilikinya.

Baik AS maupun China telah berinvestasi pada pengembangan 5G untuk kebutuhan militer.

Song Zhongping, seorang komentator militer berbasis di Hongkong, menyampaikan kepada SCMP bahwa China telah mengomisikan institusi riset dan perusahaan negara, bukan Huawei, untuk mengembangkan jaringan 5G militer.

“Sebagai contoh, cabang dari China Electronics Technology Group Corporation, yang membuat radar militer dan sistem elektronik lainnya, berfokus pada area ini (5G militer),” ujarnya.

Baca juga: 5 Fakta Satelit Nusantara Satu yang Siap Beri Akses Internet 25.000 Desa

Halaman:



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau