KOMPAS.com – Seperti yang telah dilaporkan oleh Kompas.com, pemerintah Amerika Serikat telah memasukkan Huawei dan 70 afiliasinya ke dalam daftar hitam bernama "entity list" yang terlarang untuk diajak berdagang. Akibatnya, Huawei terancam kehilangan lisensi untuk menggunakan layanan Google.
Usut punya usut, pokok permasalahan AS dengan Huawei ada pada jaringan 5G dan siapa yang memilikinya.
Dilansir dari MIT Technology Review; sebagai penyedia peralatan jaringan terbesar di dunia dan produsen smartphone terbesar kedua di dunia, Huawei digadang-gadang akan menjadi penguasa 5G yang dalam 5 tahun ke depan diperkirakan bisa mencapai nilai 123 miliar dollar AS atau sekitar Rp 1.800 triliun.
Dengan adanya larangan dagang dengan Huawei, kompetitor perusahaan itu akan bisa mengejar ketertinggalannya dan 5G tidak akan didominasi oleh satu perusahaan saja.
Dalam pemikiran pemerintah AS, terlalu berbahaya jika jaringan 5G dengan segala kompleksitas dan risiko keamanannya jatuh ke tangan perusahaan China yang harus bisa mempertanggungjawabkan segala keputusannya kepada pemerintah China.
Baca juga: Dampak Tersembunyi dari Rencana Peralihan Jaringan 4G ke 5G
Apa itu 5G?
Untuk memahami konflik AS dengan Huawei mengenai 5G, Anda harus mengerti terlebih dahulu apa itu 5G.
5G bukanlah protokol atau alat, melainkan sekelompok teknologi jaringan yang akan menghubungkan segalanya. Kekuatan teknologi ada pada kecepatanyan yang bisa mencapai 20 gigabit per detik. Dengan kecepatan itu, 5G akan bisa menghubungkan segalanya, mulai dari mobil otonom, robot-robot industri, peralatan rumah sakit, sampai elektronik rumah tangga.
Nah, untuk mencapai kecepatan yang luar biasa tersebut, 5G punya dua cara:
Pertama, ia bisa menggunakan frekuensi yang sama dengan 4G atau Wi-fi, tetapi dengan skema coding yang lebih efisien dan saluran yang lebih besar sehingga kecepatannya meningkat 25-50 persen.
Kedua, ia bisa menggunakan frekuensi gelombang milimeter yang bisa mengirimkan data pada kecepatan yang lebih tinggi. Masalahnya, cara kedua ini membutuhkan jarak yang lebih dekat sehingga transmitter yang dibutuhkannya pun menjadi jauh lebih banyak, terkadang satu sama lain cuma berjarak beberapa puluh meter.
Untuk meningkatkan bandwith dan supaya ada lebih banyak piranti yang terhubung, sel 5G juga menggunakan teknologi yang disebut multiple input, multiple output (MIMO), di mana ratusan antena bekerja secara paralel untuk meningkatkan kecepatan dan menurunkan latency (jeda waktu untuk mengirimkan paket data), dari 30 milidetik pada 4G menjadi satu milidetik saja pada 5G.
Kemudian untuk meningkatkan kapasitas data, 5G juga menggunakan teknologi full duplex yang membuat transmitter dan piranti mengirimkan dan menerima data pada frekuensi yang sama tanpa menganggu satu sama lain.
Baca juga: 5 Fakta Satelit Nusantara Satu yang Siap Beri Akses Internet 25.000 Desa
Risiko keamanan 5G
Kekuatan untuk dapat menghubungkan segalanya ini juga menjadi risiko keamanan dari 5G.