KOMPAS.com - Terinsipirasi mangrove atau pohon bakau, peneliti ciptakan alat untuk menjernihkan air akibat banjir. Mungkin ini bisa menjadi solusi alternatif untuk hadapi banjir Jakarta, atau daerah lain.
Melansir The Guardian, Senin (24/2/2020), para peneliti mengatakan sistem sintetis pada pohon bakau memberi kemampuan pada tanaman itu untuk mereproduksi air dengan menghilangkan garam yang terkandung di dalam air.
Ini adalah pendekatan baru yang tidak biasa untuk membersihkan air banjir. Mangrove atau pohon bakau, sama seperti pohon-pohon lainnya.
Menggunakan sistem transportasi air, yang diperkirakan melalui penguapan uap air dari daunnya, menghasilkan tekanan negatif pada jaringan pengangkut air.
Baca juga: Kisah Mangrove Jakarta dan Burungnya yang Nyaris Tinggal Cerita
Sistem ini membantu pohon bakau menarik air ke dalam akar dan menaikkannya ke area batang.
Transportasi ini bergantung pada tekanan permukaan, faktanya, molekul air akan berinteraksi dengan dinding-dinding jaringan dan molekul air akan saling tarik-menarik satu sama lain.
Air asin dapat merusak sebagian besar bagian tanaman. Akan tetapi, pohon bakau dapat tumbuh subur dalam kondisi lingkungan asin ini.
Sebab, mereka memiliki adaptasi termasuk membran sel yang dapat mencegah garam melewatinya dengan cara yang tidak terkontrol, serta dinding sel yang mengandung zat lilin.
Baca juga: Banjir Jakarta, BMKG Sebut Curah Hujan 2020 Lebih Basah dari 2019
Hasilnya, mangrove atau tanaman bakau pada dasarnya menghilangkan garam pada air dari lingkungannya.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Science Advances ini, peneliti mengatakan mereka telah mereproduksi proses ini dalam sistem sintesis.
Di antaranya menggunakan membran polimer yang menyaring garam pada akar, filter silika berpori halus pada batang.
Sedangkan, daun baik berdasarkan membran yang diisi hidrogel atau alumunium oksida, memiliki pori-pori kecil.
"Dalam demonstrasi tertentu, melalui penguapan sederhana, tekanan negatif yang sangat besar dihasilkan untuk mendorong aliran air melalui membran semi-permeabel, reverse-osmosis, sehingga (pohon bakau) menghilangkan garam pada air," kata Dr Jay Werber dan Dr Jongho Lee, rekan penulis dari penelitian, yang melakukan penelitian di Universitas Yale.
Keduanya mengungkapkan dalam proses industri, pompa besar dan bertekanan tinggi, banyak listrik diperlukan untuk menghasilkan tekanan tinggi untuk mendorong aliran dan desalinasi.
Dalam penelitian ini yang terpenting yakni sistem tanaman bakau ini bekerja tanpa produksi gelembung udara berkat penggunaan membran dan pori-pori kecil di batang silika.
Baca juga: Masuki Puncak Musim Penghujan, Ini Daftar Wilayah Waspada Banjir
Tim menambahkan replikasi proses alami menambah dukungan terhadap teori tentang bagaimana transportasi air di pohon bakau terjadi.
"Energi yang mendorong desalinasi dalam perangkat kita diserap dari lingkungan. Sebab, pada dasarnya, panas diserap untuk mendorong penguapan," kata Werber dan Lee.
Werber dan Lee menambahkan dalam perangkat berskala kecil, energi ini pada dasarnya sangat leluasa. Artinya, energi ini tidak disediakan sebagai listrik atau panas yang dihasilkan
"Mirip dengan cara mengeringkan pakaian pada garis pakaian tidak membutuhkan energi tambahan. Namun, mencoba meningkatkannya hingga volume besar akan sangat menantang," jelas kedua peneliti ini.
Akan tetapi, para peneliti ini menawarkan saran alternatif, yakni menggabungkan sistem ke dalam bangunan untuk mengubahnya menjadi spons raksasa.
Ini adalah cara baru yang ditawarkan untuk menangani stormwater dan mengurangi kerusakan akibat bencana banjir.
"Dalam skenario ini, bangunan itu sendiri akan menyerap kelebihan air tanah dan menguapkan air dari dinding dan atap mereka," tulis para penulis.
Sistem ini juga akan memberikan manfaat lain. Sebab, selain dapat menguapkan air lewat dinding bangunan, juga akan memberikan pendingin pasif.
Baca juga: Kaya Karbon, Mangrove Papua Barat Bisa Jawab Masalah Besar Dunia
Prof Marc-Olivier Coppens, direktur UCL Centre for Nature-Inspired Engineering, yang tidak terlibat dalam penelitian ini mengatakan alat bakau sintetis ini sangat luar biasa, dan ke depan perlu untuk dikembangkan lebih lanjut.
"Perangkat yang diusulkan adalah pengembangan yang kreatif dan menarik. Namun, penerapan prinsip ini masih tahap awal," kata Coppens.
Coppens menambahkan gagasan untuk menggunakan hutan bakau sintetis untuk pengelolaan stormwater sangat menarik.
"Masih harus dilihat apakah fluks yang cukup dan aliran total dapat dicapai untuk aplikasi ini, tetapi itu adalah aplikasi yang menarik," ungkap Coppens menanggapi temuan alat yang terinspirasi pohon bakau ini untuk atasi banjir.
Baca juga: Ahli LIPI: Hadapi Banjir Jakarta dengan Adaptasi yang Transformatif
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.