KOMPAS.com- Adaptasi yang transformatif merupakan hal fundamental yang perlu dilakukan dalam menghadapi persoalan banjir di Jakarta dan sekitarnya.
Mengurangi keterpaparan atau meningkatkan kapasitas menghadapi banjir, menjadi bentuk adaptasi yang dapat dilakukan.
Peneliti di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Gusti Ayu Ketut Surtiari, mengatakan kajian sosial selalu jarang diambil sebagai pertimbangan dalam membuat kebijakan penanggulangan bencana.
Baca juga: Ahli LIPI Sebut Banjir Jakarta Berasal dari Hilir, Bukan Hulu
Ayu menuturkan adaptasi adalah tindakan untuk mengatasi dampak, yang dapat dilakukan dengan mengurangi kerentanan dan keterpaparan dampak buruk dari bencana.
Bahkan, kata dia, seharusnya adaptasi dilakukan tidak hanya mengatasi dampak secara sederhana atau dalam pola pemikiran jangka pendek saja.
Melainkan dapat dilakukan juga untuk mencari manfaat atau keuntungan dari tindakan tersebut dalam jangka panjang.
Ayu mengaku pernah melakukan penelitian terkait adaptasi yang dilakukan masyarakat rawan banjir di Jakarta Utara sejak 2015 sampai 2017.
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan terjadinya adaptasi yang tidak sejalan di berbagai level yang tidak sejalan.
Pemerintah, selalu mengutamakan pada pembangunan infrastruktur, tetapi kata Ayu, ini menjadi mitigasi yang pasif, atau memberikan ruang yang lebih kepada air.
Mitigasi melalui pembangunan infrastruktur, tidak sedikit yang justru saat terjadi kerusakan mendatangkan risiko bencana baru yang lebih di masa yang akan datang.
Serta, pembangunan infrastruktur pengendalian banjir, belum selaras dengan pemberian pemahaman kepada masyarakat sekitar tentang fasilitas itu.
Alhasil, kata Ayu, dalam penelitiannya, masyarakat tidak tahu pasti manfaat dan konsekuensi dari fasilitas pengendali banjir yang dibangun tersebut.
"Saat ditanya, mereka banyak menjawab, nggak tahu waduk itu dibangun oleh siapa, pemerintah atau perusahaan, terus itu sampai kapan, juga paling yang menerima manfaatnya juga orang-orang itulah, bukan untuk kami," tutur Ayu.
Sementara, pelaku industri yang menjadi stakeholders lainnya, terlalu melindungi kawasan bangunan yang mereka bangun, dengan berfokus kepada pertimbangan ekonomi semata.
"Misal, saya tanya ke masyarakat sekitar (pesisir) Jakarta Utara itu, ini banjirnya dari mana saja datangnya. Salah satu yang disebutkan adalah aliran pembuangan air dari apartement disekitar mereka," kata Ayu dalam sebuah acara bertajuk Banjir Ibu Kota: Potret Aspek Hidrologi dan Ekologi Manusia, Jakarta, Selasa (7/1/2020).
Baca juga: Banjir Jakarta 2020, Bukti Sudah Saatnya Mitigasi Bencana Radikal