Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rahasia Alam Semesta: Bagaimana Bumi ini Lahir dan Terbentuk?

Kompas.com - 21/02/2020, 19:02 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis


KOMPAS.com - Analisa baru pada isotop besi dalam meteorit yang dilakukan ilmuwan baru-baru ini mengungkap bagaimana kelahiran Bumi di tata surya ini.

Pada masa-masa awal tata surya, ternyata bayi Bumi membutuhkan waktu yang jauh lebih singkat untuk terbentuk.

Menurut analisa baru seperti melansir Science Alert, Jumat (21/2/2020), pada isotop besi yang ditemukan di meteorit, sebagian besar Bumi hanya membutuhkan 5 juta tahun untuk bersatu.

Fakta baru ini mengungkapkan waktu kelahiran Bumi yang lebih cepat dari model studi yang dilakukan sebelum-sebelumnya. Revisi ini merupakan kontribusi yang signifikan terhadap pemahaman kita saat ini, tentang pembentukan planet.

Baca juga: Rahasia Alam Semesta: Sebenarnya, Berapa Umur Bumi?

Studi ini menunjukkan mekanisme pembentukan planet mungkin lebih bervariasi, daripada yang kita pikirkan.

Bahkan di antara planet-planet dengan tipe yang sama, yang terletak di lingkungan yang sama, seperti planet berbatu, Mars dan Bumi.

Jadi, bagaimana Bumi atau suatu planet itu terbentuk?

Garis besar dari proses pembentukan planet, terikat pada formasi bintang itu sendiri. Bintang terbentuk ketika gumpalan awan debu dan gas runtuh di bawah gravitasinya sendiri.

Proses ini, kemudian menyebabkan debu dan gas di sekitarnya, diibaratkan seperti air yang berputar-putar di selokan. Saat berputar, semua material itu membentuk cakram datar, memberi makan bintang yang sedang tumbuh.

Baca juga: Bumi Terima Sinyal Aneh dari Luar Angkasa, Berulang Tiap 16 Hari

Akan tetapi tidak semua cakram dari sisa protoplanetary akan terhisap dan selanjutnya membentuk planet-planet. Itu sebabnya, semua planet di tata surya ini dapat sejajar pada bidang datar di sekitar Matahari.

Bumi terbentuk lebih cepat

Bagi Bumi, proses ini diperkirakan telah memakan waktu puluhan juta tahun. Akan tetapi, menurut para ilmuwan dari University of Copenhagen di Denmark, isotop besi di mantel Bumi, mengungkapkan hal sebaliknya.

Dalam komposisinya, Bumi tampak tidak seperti benda-benda tata surya lainnya. Bumi, Bulan, Mars dan meteorit, kesemuanya ini mengandung isotop besi yang terjadi secara alami, seperti Fe-56 dan Fe-54 yang lebih ringan.

Akan tetapi pada Bulan, Mars dan sebagian besar meteorit lainnya memiliki lebih banyak isotop besi alami ini. Sementara Bumi memiliki Fe-54 yang jauh lebih sedikit.

Satu-satunya batuan yang memiliki komposisi mirip dengan Bumi adalah jenis meteorit langka yang disebut CI chondrites.

Baca juga: Rahasia Alam Semesta: Bagaimana Kalau Ukuran Bumi Lebih Besar?

Hal menarik tentang meteorit ini adalah komposisi yang dimiliki mirip dengan tata surya secara keseluruhan.

Jadi, memiliki salah satu batuan ruang angkasa ini di tangan adalah seperti memiliki mikrokosmos debu yang berputar-putar di cakram protoplanet pada awal Tata Surya terbentuk pada 4,6 miliar tahun yang lalu.

Menurut model formasi planet saat ini, jika benda-benda hanya saling berhembus, limpahan besi dalam mantel Bumi akan mewakili campuran semua jenis meteorit yang berbeda, dengan kelimpahan Fe-54 yang lebih tinggi.

Fakta bahwa komposisi planet Bumi hanya sebanding dengan debu CI menunjukkan model pembentukan yang berbeda.

Baca juga: Jantung Nitrogen Pluto Ungkapkan Kemiripan Planet Kerdil dengan Bumi

Sebab, alih-alih batu membentur bersama, para peneliti percaya bahwa inti besi Bumi terbentuk lebih awal melalui hujan debu kosmik.

Yakni proses yang lebih cepat dari pertambahan batuan yang lebih besar. Selama waktu ini, inti besi terbentuk, menghirup besi awal.

Kemudian, ketika Tata Surya mendingin, setelah beberapa ratus ribu tahun pertamanya, debu CI yang berasal lebih jauh dapat bermigrasi ke dalam, ke tempat Bumi terbentuk.

Itu tersebar di seluruh Bumi dan pada dasarnya menimpa besi apa pun yang ada di mantel.

Banyak debu CI di dalamnya yang bisa menghujani Bumi, sehingga cakram protoplanet ini hanya bertahan sekitar 5 juta tahun.

Peneliti menyimpulkan dalam masa itu ukuran Bumi pasti akan bertambah dalam jangka waktu tersebut.

"Dalam proses ini debu CI bertambah, mencetak komposisi besi di mantel Bumi, dengan kemungkinan jika sebagian besar besi sebelumnya sudah dihapus ke inti," jelas ahli geologi planet Martin Schiller dari University of Copenhagen.

Schiller mengungkapkan hal itulah yang menyebabkan pembentukan inti pasti terjadi lebih awal.

Jika model akresi debu kosmik ini menandai bagaimana Bumi terbentuk, dalam penelitian ini juga menunjukkan kemungkinan planet lain di alam semesta ini dapat terbentuk dengan cara ini.

Penelitian ini tidak sekadar memperluas pemahaman kita tentang pembentukan planet. Akan tetapi juga bisa memiliki implikasi tentang kehidupan di alam semesta.

Baca juga: Cuitan Bumi Menghijau 20 Tahun Terakhir Viral di Media Sosial

Bisa jadi formasi planet semacam ini adalah prasyarat untuk kondisi yang kondusif bagi kehidupan.

"Sekarang kita tahu bahwa pembentukan planet terjadi di mana-mana. Bahwa kita memiliki mekanisme generik yang bekerja dan membuat sistem planet," ujar ahli kosmokimia Martin Bizzarro dari University of Copenhagen.

Bizzarro mengungkapkan ketika memahami mekanisme ini di tata surya kita sendiri, mungkin dapat dibuat kesimpulan serupa tentang sistem planet lain di galaksi.

"Termasuk di titik mana dan seberapa sering air bertambah. Jika teori pertambahan planet awal benar-benar benar, air mungkin hanya merupakan produk sampingan dari pembentukan planet seperti Bumi," jelas Bizzarro dalam penelitian yang dipublikasikan di Science Advances ini.

Baca juga: Kristal Kuno Australia Ungkap Misteri Medan Magnet Pertama Bumi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com