Hasil penelitian tersebut, menunjukkan pada kalong atau kelelawar dengan ukuran yang besar, sekitar 25 persen kalong yang diambil sampelnya dinyatakan positif membawa virus corona.
Sedangkan, pada kelelawar buah (fruit bats) sampel yang diambil dan dinyatakan positif membawa virus corona ini ada sekitar 8 persen.
Sampel virus juga pernah dilakukan pada tempat lain dengan jumlah sampel lebih kecil dan dinyatakan negatif.
Selain di Gorontalo, kata dia, potensi transmisi virus yang umum dari kalong juga pernah dilakukan di kawasan hutan Leuweung Sancang, Garut.
Baca juga: Virus Corona sampai Ebola, Kenapa Virus dari Kelelawar Sangat Mematikan?
Para peneliti menemukan kalong sudah sering masuk ke perumahan penduduk, sehingga meningkatkan frekuensi kontak langsung, terutama dengan manusia dan anjing.
"Nah, tingginya frekuensi kontak langsung juga akan meningkatkan risiko adanya transmisi patogen berbahaya atau virus yang dibawa kelelawar ke manusia maupun hewan domestik lainnya," ujarnya.
Meningkatnya frekuensi kontak langsung dari satwa liar dengan manusia tersebut, juga memperbesar potensi terjadinya infeksi virus corona pada manusia.
Akan tetapi, ditegaskan Sugiyono, di Indonesia, hingga saat ini, infeksi virus corona itu hanya terjadi antara satwa liar, dan tidak menginfeksi manusia.
"Iya, belum karena di Indonesia pun tidak ada kasus outbreak coronavirus (virus corona) dari satwa liar. Potensi ada, karena pemicunya juga banyak," tuturnya.
Baca juga: Tahun Lalu, Ahli China Peringatkan Potensi Virus Corona Baru dari Kelelawar
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.