KOMPAS.COM - Wabah penyakit dalam beberapa tahun terakhir, seperti SARS, MERS, EBOLA, dan kini virus 2019-nCoV menyebabkan tingkat kematian yang cukup tinggi. Pasalnya, virus-virus tersebut salah satunya berasal dari kelelawar.
Mengapa kelelawar dapat menularkan virus yang mematikan?
Dilasir dari phys.org (10/02/2020), sebuah penelitian baru dari University of California, Berkeley mengungkapkan bahwa kelelawar memiliki respon kekebalan yang sangat kuat terhadap virus. Saat kelelawar terinfeksi virus, tubuhnya akan merespon cepat supaya menghalangi virus keluar dari sel.
Baca juga: 4 Misteri Virus Corona Wuhan yang Masih Bingungkan Ahli
Walaupun respon tersebut dapat melindunginya, ini dapat mendorong virus yang hinggap di inang kelelawar memperbanyak diri lebih cepat sehingga membuat kekacauan bahkan kematian jika virus tersebut pindah ke manusia yang memiliki sistem kekebalan tubuh lebih minim.
Hal ini menjadikan kelelawar sebagai wadah virus yang cepat bereproduksi dan sangat mudah menular. Bahkan, ketika virus kelelawar ini pindah ke hewan lain yang juga tidak memiliki sistem kekebalan respon cepat, virus dengan cepat membanjiri inang baru mereka sehingga menyebabkan tingkat kematian yang tinggi.
"Beberapa kelelawar mampu meningkatkan tanggapan antivirus yang kuat ini, tetapi juga menyeimbangkannya dengan respons anti-peradangan," kata Cara Brook, seorang postdoctoral Miller Fellow di UC Berkeley dan penulis pertama penelitian ini.
Baca juga: Tahun Lalu, Ahli China Peringatkan Potensi Virus Corona Baru dari Kelelawar
Brook juga mengatakan bahwa sistem kekebalan tubuh manusia akan menghasilkan peradangan luas jika mencoba strategi antivirus seperti kekelawar yang dapat menghindar dari ancaman imunopatologi.
Menurut para peneliti, jika habitatnya diganggu, kelelawar akan memberi tekanan kepada hewan lain dengan menumpahkan lebih banyak virus dalam air liur, urin, dan feses mereka yang dapat menginfeksi.
"Ancaman lingkungan yang meningkat terhadap kelelawar dapat menambah ancaman zoonosis," kata Brook.
Sementara itu, seorang ahli ekologi penyakit dan profesor biologi integratif UC Berkeley, Mike Boots juga membenarkan bahwa pada intinya, kelelawar berpotensi dalam menampung virus. Studi baru oleh Brook, Boots dan rekan-rekan mereka diterbitkan bulan ini di jurnal eLife.
Baca juga: Studi Ungkap, Virus Corona Bisa Hidup 9 Hari di Luar Tubuh Manusia
"Tidak sembarangan bahwa banyak dari virus ini berasal dari kelelawar. Kelelawar bahkan tidak berhubungan dekat dengan kita, jadi kita tidak akan mengharapkan mereka menjadi tuan rumah bagi banyak virus manusia. Tetapi karya ini menunjukkan bagaimana sistem kekebalan kelelawar dapat mendorong virulensi yang mengatasi ini," ujar Boots.
Studi mereka juga menduga, penerbangan yang dilakukan kelelawar juga membuat umur mereka lebih panjang dan dapat menoleransi virus. Bahkan, mereka dapat meningkatkan metabolisme dua kali lipat dari tikus yang berukuran sama ketika berlari.
Secara umum, aktivitas fisik yang kuat dan tingkat metabolisme yang tinggi menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih tinggi karena akumulasi molekul reaktif, terutama radikal bebas. Tetapi untuk memungkinkan penerbangan, kelelawar tampaknya telah mengembangkan mekanisme fisiologis untuk secara efisien membersihkan molekul-molekul yang membuat rusak ini.
Ini memiliki manfaat tambahan yaitu membersihkan molekul-molekul membuat rusak yang dihasilkan oleh peradangan dengan penyebab apa pun sehingga dapat menjelaskan rentang hidup kelelawar yang unik dan panjang.
Baca juga: Akibat Sop Kelelawar sampai Menular Lewat Buah, 7 Hoaks Virus Corona
Biasanya, hewan yang lebih kecil dengan detak jantung dan metabolisme yang lebih cepat memiliki rentang hidup yang lebih pendek daripada hewan yang lebih besar dengan detak jantung yang lebih lambat dan metabolisme yang lebih lambat.