KOMPAS.com - Migrasi paus telah lama menjadi aktivitas rutin mamalia laut ini. Namun, selama ini ilmuwan juga masih mencari alasan paus bermigrasi.
Biasanya, orang-orang yang melakukan perjalanan melintasi lautan untuk mencari air hangat yang dapat menjadi spa alami, yakni dengan berwisata di resor-resor dekat pantai.
Ternyata dalam sebuah penelitian, melansir Science Mag, Sabtu (22/2/2020), paus juga melakukan migrasi tahunan dengan alasan yang hampir sama.
Selama ini, para ilmuwan telah lama bertanya-tanya mengapa paus-paus bertubuh besar, seperti keluarga paus balin bermigrasi hingga sejauh 18.840 kilometer setiap tahunnya.
Baca juga: Badai Matahari Sebabkan Paus Abu-abu sering Terdampar, Kok Bisa?
Paus-paus balin seperti paus bungkuk, paus biru, hingga paus sperma dan paus pembunuh selalu melakukan perjalanan dari perairan kutub ke perairan laut tropis yang lebih hangat.
Sebelumnya, para peneliti menduga, setelah makan di Kutub Utara atau Antartika, paus melakukan perjalanan ke daerah tropis untuk melahirkan dan menjauh dari pemangsa.
Untuk mengetahui alasan sebenarnya dari migrasi paus, tim peneliti yang dipimpin Robert Pitman, ahli ekologi kelautan di Marine Mammals Institute di Oregon State University, menyebarkan 62 penanda satelit pada empat jenis paus pembunuh yang menghuni perairan di Antartika.
Setelah melacak paus, selama lebih dari delapan musim panas, para ilmuwan menemukan beberapa perjalanan sejauh 9.400 kilometer ke barat Samudera Atlantik Selatan.
Baca juga: World Orca Day, Mengenal Paus Pembunuh, Si Predator Puncak di Samudera
Perjalanan itu dilakukan bolak-balik hanya dalam 42 hari. Akan tetapi, paus-paus ini tidak menjadikan perjalanan ini untuk melahirkan.
Para peneliti juga melihat adanya aktivitas paus yang serupa dengan apa yang dilakukan manusia. Paus-paus ini melepaskan sel kulit luar.
"Anda bisa melacak (jejak) paus bungkuk yang bermigrasi ke pantai timur Australia hanya dengan mengikuti jejak sel epidermis yang mereka gugurkan," kata Pitman.
Namun, saat di lautan Antartika yang dingin, tampaknya paus tidak bisa melepas atau mengganti kulitnya.
Sebaliknya, paus membangun lapisan diatom mikroskopis yang tebal. Di mana lapisan ini dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri berbahaya yang dapat berdampak buruk bagi paus pembunuh dan paus balin.
Pada paus pembunuh, peneliti melihat adaptasi yang dilakukan mamalia laut ini saat berada di perairan Antartika yang dingin.
Mereka menyimpulkan untuk menghemat panas tubuh saat di perairan dingin, paus pembunuh akan mengalihkan aliran darah dari kulit mereka.
Hal ini menyebabkan perlambatan regenerasi sel kulit dan akhirnya mendorong paus ke perairan yang lebih hangat.
Baca juga: Serba Serbi Hewan, Kenapa Paus Sperma Tidur dalam Posisi Berdiri?
Di mana di perairan ini, metabolisme memungkinkan mereka untuk berganti kulit.
Studi baru menunjukkan tidak hanya paus pembunuh, tetapi semua paus yang bermigrasi melakukannya untuk berganti kulit.
Kendati demikian, hipotesa dari penelitian baru tentang migrasi paus balin ini mendapat pertentangan dari ilmuwan lain.
Richard Connor, ahli biologi cetacean di University of Massachusetts menilai para ilmuwan membuat argumen yang meyakinkan tentang paus pembunuh.
Namun, Connor meragukan gagasan tersebut dapat berlaku juga pada semua spesies paus.
Baca juga: Pertama dalam Sejarah, Ahli Berhasil Catat Detak Jantung Paus Biru
"Sebagai ilmuwan, kami memiliki kecenderungan untuk mencari teori yang dapat menyatukan (gagasan) untuk suatu fenomena," ungkap Peter Corkeron, ilmuwan mamalia laut di New England Aquarium yang turut menulis penelitian bersama Connor pada 1999 tentang pembiakan hangat menghindari predator.
Corkeron mengatakan paus pembunuh dan paus balin adalah binatang yang sangat berbeda.
"Mengapa berharap semua pergerakan mereka (paus) harus diatur oleh proses ekologis atau fisiologis yang sama?," sambungnya.
Namun, kedua ilmuwan ini memuji studi baru tentang alasan paus bermigrasi.
"Sebagian orang tidak menganggap ganti kulit pada paus itu penting. Tapi itu merupakan kebutuhan fisiologis yang penting bagi paus, utamanya untuk melawan penyakit dan bakteri," jelas Pitman.
Baca juga: Spesies Baru Paus Ditemukan di Lautan Jepang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.