KOMPAS.com – Selama beberapa dekade terakhir, alergi serta asma menjadi penyakit yang umum ditemukan pada anak-anak terutama di negara berkembang.
Banyak anak yang alergi baik terhadap makanan, serbuk sari, debu, tungau, atau bulu hewan.
Ketika sesorang menderita alergi, sistem imun mereka secara otomatis percaya bahwa substansi yang menyebabkannya adalah zat berbahaya sehingga dibuatlah pertahanan.
Pertahanan ini bisa berupa gejala ringan seperti bersin dan hidung tersumbat, asma, sampai anaplylaxis (gejala seperti sesak napas dan tekanan darah rendah, yang berisiko kematian).
Baca juga: Alergi Obat Umumnya Bikin Bentol, tapi Ada Juga yang Picu Kematian
Banyak orang percaya bahwa kondisi alergi seperti ini disebabkan oleh orangtua dari si anak, yang tidak terekspos terhadap hal-hal yang “berbahaya” tersebut.
Namun, penelitian baru-baru ini membuktikan bahwa alergi yang dialami anak juga dipengaruhi dari seberapa besar ia terkontaminasi mikroorganisme yang berada di alam.
Mengutip Science Alert, Minggu (16/2/2020), mikroorganisme tersebutlah yang membuat pertahanan sistem imun meningkat sehingga menurunkan risiko anak terkena alergi.
Pada 1989, ilmuwan David Strachan meneliti pola alergi pada lebih dari 17.000 anak-anak di Inggris. Ia menemukan bahwa anak muda dari keluarga besar lebih jarang terkena alergi, dibanding anak muda dari keluarga yang kecil.
Hal ini berkaitan dengan seberapa banyak anak muda tersebut bermain di alam dan terpapar mikroorganisme. Menurut penelitiannya, anak yang lebih muda biasanya lebih “dibebaskan” dalam bermain serta dalam hal pemilihan makanan.
Baca juga: Terungkap, Alasan Reaksi Alergi Muncul dengan Cepat dan Menyakitkan
Banyaknya paparan mikroorganisme di alam ini membantu sistem imun anak “memerangi” alergi seperti debu dan serbuk sari. Strachan menyebut hipotesis ini sebagai hygiene hypothesis.
Strachan bukanlah ilmuwan pertama yang meneliti tentang dampak paparan mikroorganisme di lingkungan sekitar. Pada 1873, Charles Blackey menemukan fakta bahwa alergi dan demam banyak menjangkiti orang dengan “kelas ekonomi yang baik”, dan jarang ditemukan pada petani atau orang yang tinggal di lingkungan kurang bersih.
Anda boleh saja membiarkan anak main di luar dan terpapar dengan alam meski di dalam lingkup pemukiman. Namun, alam liar lebih memberikan manfaat karena banyaknya mikroorganisme baik.
Penelitian baru-baru ini membuktikan bahwa orang yang hidup dekat dengan alam dan ekosistem dengan biodiversitas tinggi cenderung lebih sehat. Mayoritas dari mereka memiliki tekanan darah yang stabil dan minim potensi diabetes.
Baca juga: Orangtua Harus Tahu, Gemar Pakai Tisu Basah Bikin Si Kecil Alergi
Penelitian yang sama juga membeberkan bahwa hidup di peternakan atau dekat hutan, dengan biodiversitas yang kaya, menurunkan risiko terjangkitnya asma atau alergi lainnya.
Anak-anak butuh bermain di alam liar. Jika Anda hidup di perkotaan, sempatkan untuk menyepi sejenak di kawasan hijau dan biarkan anak Anda bermain di alam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.