KOMPAS.com - Selasa pagi (3/3/2020) sekitar pukul 5.22 WIB, gunung Merapi erupsi dan mengeluarkan awan panas.
Berdasarkan laporan dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi Yogyakarta, letusan terjadi selama 450 detik.
Letusan ini melahirkan kolom abu setinggi 6.000 meter dari kawah gunung. Selain itu juga muncul awan panah ke arah hulu Kali Gendol dengan jarak maksimal 2 kilometer.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta menetapkan status Waspada untuk gunung Merapi sejak 21 Mei 2018.
Meski Merapi erupsi tiba-tiba kemarin pagi, ahli vulkanologi Surono mengatakan bahwa gunung Merapi akan berhenti meletus dalam sementara waktu ini.
Baca juga: Ini Daerah yang Terdampak Hujan Abu Akibat Erupsi Gunung Merapi
Trjd erupsi di G #Merapi tgl 03-03-2020 pkl 05.22 WIB. Erupsi terctt di seismgrm dgn ampl 75 mm & durasi 450 detik. Trmti tgi kolom erupsi ± 6.000 meter dr puncak & AP gugrn ke arah hulu K. Gendol dgn jrk max. 2 km. Arh angin saat erpsi ke Utara.#statuswaspada sjk 21 Mei 2018 pic.twitter.com/mGz4GQlyFL
— BPPTKG (@BPPTKG) March 2, 2020
Dari fenomena erupsi Merapi yang terjadi kemarin, banyak masyarakat yang bertanya kenapa Merapi tiba-tiba erupsi.
Kepada Kompas.com, pakar yang akrab disapa Mbah Rono itu menjelaskan terlebih dahulu bahwa sejak Merapi meletus di tahun 2010, sifatnya telah berubah.
"Letusan tadi pagi tidak diawali konstruksi aktivitas vulkanik seperti sebelum letusan 2010. Adem ayem, tiba-tiba meletus. Nah, itulah salah satu bagian Merapi yang tidak seperti dulu lagi (sebelum letusan 2010) walau tetap jujur dan tidak pernah ingkar janji," kata Surono melalui pesan singkat Selasa (3/3/2020) malam.
Lebih lanjut Surono menerangkan, sistem vulkanik Merapi relatif terbuka setelah erupsi pada 2010. Fenomena ini juga membangun kubah yang belum stabil sehingga relatif sangat mudah gugur.
Dari hal itu, Surono mengatakan bahwa Merapi saat ini tidak mudah membangun energi yang mampu melahirkan letusan besar.
"Tinggi asap atau abu vulkanik 6.000 meter dan jarak luncur awan panas guguran 2 km kearah Kali Gendol itu sudah sesuatu yang besar untuk ukuran bangunan energi Merapi saat ini yang belum memungkinkan membangun energi besar untuk letusan besar," imbuhnya.
Surono mengatakan, Merapi tidak tiba-tiba meletus kemarin pagi.
Ada aktivitas Merapi sebelum erupsi berupa gempa berfrekuensi rendah dan gempa multi fasa yang merupakan aktivitas dangkal.
Gempa itu berpusat pada jarak sekitar satu sampai dua kilometer dari puncak gunung Merapi. Inilah yang menyebabkan energinya tidak besar dan tidak dirasakan kebanyakan orang.
"Beda bila (erupsi) dibangun dari gempa vulkanik dalam dan dangkal, disusul rentetan tremor vulkanik (masa lalu Merapi) yang mempunyai jumlah dan energi besar seperti letusan-letusan sebelum 2010," ungkapnya.
Baca juga: Fenomena Langka, Gunung Berapi Es di Tepi Danau Michigan Erupsi