Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perdagangan Bayi di Palembang, Begini Hasil Analisis Psikolog

Kompas.com - 22/01/2020, 18:05 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Kasus perdagangan bayi kembali terjadi. Kapolresta Palembang Kombes Pol Anom Setiyadji mengatakan, Sri Ningsih adalah otak utama dalam perdagangan bayi tersebut.

Diberitakan sebelumnya, Sri diduga mencari wanita hamil yang tak mau mengasuh anak. Setelah lahir, bayi kemudian dijual.

"Pelaku mencari para korban yang hendak menjual bayi dengan perantara. Begitu tahu ibu bayi itu mau, mereka langsung panjar. Bayi yang perempuan dijual Rp 25 juta dan laki-laki Rp 15 juta," katanya saat gelar perkara di Mapolresta Palembang, Senin (20/1/2020).

Kasus perdagangan bayi memang bukan kali ini saja terjadi.

Namun yang menjadi pertanyaan, kapan ikatan ibu dan anak terjadi hingga ibu sampai hati menjual darah dagingnya sendiri?

Menjawab pertanyaan ini, Kompas.com menghubungi psikolog anak dari Pion Clinician, Astrid W.E.N.

Baca juga: Perawatan Saluran Cerna, Kunci Cegah Kematian Bayi Prematur

Astrid menjelaskan, ikatan antara ibu dan anak sebenarnya sudah tumbuh sejak dalam kandungan.

Ketika orangtua menyanyikan lagu untuk bayi di dalam kandungan, sebenarnya sudah terjalin ikatan antara anak dan orangtua.

Selain itu, makanan yang dikonsumsi ibu kemudian disalurkan ke janin juga membentuk ikatan.

"Hari-hari pertama anak lahir, pendengarannya sudah berfungsi. Jadi anak pun sudah familiar terhadap suara ibu dan suara-suara yang ada di dekatnya, meski belum bisa melihat," kata Astrid dihubungi Selasa (21/1/2020).

Kemudian, untuk kasus perdagangan bayi sendiri, Astrid menduga hal ini dilakukan oleh ibu yang tidak memiliki pilihan lain. Mereka berpikir tidak ada pilihan lain selain menjual bayi.

Pilihan tersebut biasanya diambil ketika dalam kondisi putus asa dan menganggap tidak ada pilihan lain selain menjual bayi.

Banyak faktor yang memicu seseorang menjual bayinya. Salah satu yang paling sering ditemui adalah faktor kemiskinan dan membutuhkan uang.

Ketika ibu yang terdesak kebutuhan ekonomi mengandung, ditambah tidak memiliki pendukung seperti suami atau keluarga, ibu tersebut memikirkan harus berbuat apa untuk mengurus dan membesarkan bayi tersebut.

"Ini nanti bayinya diurus dan dibesarkan dengan apa. Mereka enggak punya support, mungkin juga apakah pasangan ada atau enggak. Jadi sebagian besar kasus (perdagangan bayi) dari kehamilan yang tidak diharapkan," jelas Astrid.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau