Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lupakan Sejenak Virus Corona, Demam Berdarah Menghantui Kita

Kompas.com - 10/02/2020, 17:03 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis

KOMPAS.com – Novel Coronavirus (2019-nCoV) memang tengah mewabah dan dinyatakan oleh World Health Organization (WHO) sebagai darurat dunia. Namun, dalam lingkup yang lebih dekat, ada penyakit yang sudah puluhan tahun “menghantui” masyarakat Indonesia dan sampai saat ini belum tertanggulangi dengan baik.

Adalah Demam Berdarah Dengue (DBD), penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dari nyamuk Aedes aegepti. Pada beberapa kasus, virus dengue juga disebarkan oleh nyamuk Ae. Albopictus yang merupakan penyebar virus cikungunya dan Zika.

“Dari hasil penelitian, Indonesia merupakan negara kedua dengan penderita DBD terbanyak di dunia setelah Brasil,” tutur Dr Tedjo Sasmono, Kepala Unit Penelitian Dengue di Eijkman Institute of Molecular Biology.

Baca juga: Serba-serbi DBD: Penyebab, Gejala, sampai Tanaman Penghalau Nyamuk

Kepada Kompas.com, Kamis (6/2/2020), Tedjo mengatakan epidemi dengue di Indonesia dimulai pada 1968. Tepatnya di Jakarta dan Surabaya.

“Dulu kasusnya masih sedikit, namun sampai sekarang kasusnya sangat meningkat. Pada tahun 1968, prevalensi pasien yang terkena DBD masih 0,05 per 100.000 jiwa. Namun pada 2016, meningkat sangat pesat menjadi 86 per 100.000 jiwa,” paparnya.

Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) lewat situs resminya menyebutkan bahwa DBD merupakan masalah kesehatan utama di wilayah tropis dan sub-tropis.

Baca juga: Ancaman DBD di Indonesia dan 3 Hal yang Harus Anda Ketahui

Sampai saat ini, sekitar 3,9 miliar orang di 128 negara di dunia berisiko terinfeksi virus dengue. Diperkirakan, hampir 390 juta kasus infeksi DBD terjadi setiap tahun secara global.

Hal tersebut mengakibatkan hampir 500.000 orang di seluruh dunia membutuhkan perawatan setiap tahunnya, sementara 20.000 orang di antaranya meninggal dunia.

Kejadian Berulang

Lebih dari 50 tahun pasca Indonesia terjangkit virus dengue, kasus DBD belum juga bisa diatasi. Bahkan, ada masa-masa di mana terjadinya outbreak (penyebaran secara masif) DBD yang menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

“Secara nasional, KLB dilihat terjadi lima tahun sekali. Namun dari data Kementerian Kesehatan, kami bisa melihat puncak dari KLB biasanya terjadi selang enam sampai delapan tahun,” papar Tedjo.

Ilustrasi demam berdarah, nyamuk aedes aegypti. Ilustrasi demam berdarah, nyamuk aedes aegypti.

Namun, lanjutnya, kasus DBD di Indonesia tidak bisa digeneralisasi. Tiap daerah memiliki epidemi yang berbeda, dengan karakteristik masing-masing.

“Indonesia bagian barat, tengah, dan timur, pada tahun yang sama memiliki karakteristik epidemi demam berdarah yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh jenis virus, kekebalan komunitas, juga vektor nyamuk,” ungkap Tedjo.

Belum bisa dibasmi

Penyakit DBD tidak sama seperti malaria, di mana virus pada satu daerah bisa dieliminasi. Hal ini dikarenakan penyebab penyebaran DBD terdiri dari banyak faktor.

“Malaria sudah ada obatnya, sementara dengue belum (ada obatnya). Dengue selalu ada di Indonesia dan selalu ada tiap tahun. Selalu berulang,” tutur Tedjo.

Faktor kekebalan populasi adalah salah satu penyebab kasus dengue terus berulang. Tedjo menyebutkan, ketika 50 persen populasi kebal terhadap dengue (karena telah terjangkit dengue sebelumnya), kemungkinan untuk terjadi outbreak dan KLB menjadi rendah.

Halaman:
Baca tentang


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau