Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rayakan Valentine dengan Cokelat, Ingat Kandungan dan Risikonya

Kompas.com - 14/02/2018, 18:01 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Hari Valentine yang dirayakan pada 14 Februari sering disebut sebagai hari kasih sayang. Perayaan hari valentine sendiri sering kali diidentikkan dengan cokelat dan bunga mawar.

Kedua benda ini menjadi simbol yang diberikan pada orang terkasih.

Baca juga: Mengapa Hari Valentine Selalu Identik dengan Cokelat?

Khususnya makanan, sebelum memberikan pada orang terkasih ada baiknya kita juga mengetahui kandungan yang ada di dalamnya dan memerhatikan risiko yang muncul bagi kesehatan dan emosional.

Risiko terlalu banyak konsumsi cokelat

Temuan terbaru yang dilakukan periset dari University of Montreal Hospital Research Center (CRCHUM) menunjukkan bahwa makanan yang kaya lemak jenuh dan gula tak hanya menyebabkan obesitas.


Kedua kandungan tersebut juga menciptakan perubahan perilaku menjadi depresif, cemas, kompulsif, dan bisa mengganggu metabolisme tubuh.

Dipublikasikan di jurnal Molecular Metabolism, Rabu (31/1/2018), lemak jenuh dan gula yang diujikan pada tikus dapat memberi efek berbahaya bagi kesehatan.

Baca juga: Benarkah Cokelat Bisa Membuat Kita Bahagia?

"Perasaan depresi, cemas, kompulsif, dan perubahan metabolik yang muncul akibat makanan kaya gula dan lemak jenuh," kata Stéphanie Fulton, profesor CRCHUM dari departemen nutrisi, Fakultas Kedokteran, Université de Montréal, dilansir Science Daily, Selasa (13/1/2018).

Perubahan metabolisme tubuh yang bisa terjadi akibat makanan kaya lemak jenuh adalah hiperinsulinemia (kadar insulin tinggi dalam darah) dan inteloransi glukosa (hasil tes gula darah saat puasa atau dua jam setelah makan menunjukkan angka di atas rata-rata) yang menunjukkan kadar gula darah tinggi.

Meski belum termasuk kategori diabetes, kedua kondisi itu bisa menjadi tanda awal diabetes dan bila tak ditangani dengan tepat akan berkembang menjadi penyakit diabetes.

Risiko penambahan kalori

Saat melakukan uji coba, Falcon dan timnya membagi tiga kelompok tikus yang diberi makan lemak jenuh, lemak tak jenuh, dan makanan rendah lemak setiap hari.

"Tikus yang diberi makan lemak jenuh dapat memakan lebih banyak makanan, ini menandakan mereka memiliki lebih banyak kalori," kata rekan peneliti Léa Décarie-Spain.

"Butuh waktu hanya 12 minggu untuk membuat mereka obesitas, memiliki perubahan perilaku, dan perubahan metabolik terkait pra-diabetes," sambungnya.

Baca juga: Apa yang Membuat Cokelat Terasa Enak?

Lemak jenuh tersebut memberi peradangan pada bagian otak yang disebut nucleus accumbens, bagian otak yang mengatur perasaan. Akhirnya peneliti melakukan manipulasi agar peradangan di bagian otak tidak menyebar.

"Manipulasi ini berhasil melindungi tikus dari makanan kaya lemak jenuh, sehingga tanda-tanda depresi, cemas, kompulsif yang terkait dengan gula hilang," kata Décarie-Spain.

Lemak jenuh seperti ini dapat ditemukan dengan mudah pada makanan yang mengandung minyak kelapa sawit. Ini juga banyak digunakan dalam industri makanan olahan dan produk hewani.

Misalnya saja susu, keju, lemak yang masih menempel pada daging, dan lainnya. Kandungan ini juga banyak ditemukan dalam kue, hamburger, dan cokelat.

"Kita sebaiknya menghindari makanan seperti ini secara teratur agar metabolisme tetap sehat dan bebas dari peradangan," kata Décarie-Spain.

Sebelumnya sudah banyak muncul penelitian terkait diet Mediterania yang menganjurkan makanan rendah lemak jenuh efektif melindungi tubuh dari depresi dan obesitas. Diet mediterania juga disebut sebagai diet terbaik hingga saat ini.

Baca juga: Cokelat Terbuat dari Apa dan Kenapa Rasanya Manis?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com