KOMPAS.com - Para ilmuwan mengatakan ada kemungkinan virus corona berpotensi menjadi virus musiman, ketika musim panas datang, infeksi virus ini mungkin juga akan mereda.
Covid-19 memiliki karakteristik yang cukup mirip dengan penyakit gangguan pernapasan lainnya, seperti selesma (common cold) dan influenza.
Proses penyebarannya dapat terjadi melalui kontak fisik dan tetesan pernapasan seperti batuk dan bersin. Virus yang menyerang pernapasan efektif bekerja ketika musim dingin.
Menurut Center for Disease Control and Prevention, seperti melansir Time, Senin (2/3/2020), selesma sering terjadi saat musim dingin dan musim semi.
Baca juga: 2 WNI Positif Corona, Menkes Imbau Warga Tidak Paranoid
Penyakit influenza paling rawan yang menyerang manusia pada musim gugur dan musim dingin di Amerika, dan kasus flu akan memuncak pada Desember dan Februari.
Faktor yang membuat virus pernapasan jarang bekerja saat musim panas yaitu karena kondisi hangat dan lembab dapat menahan proses penyebaran virus.
"Tetesan pernapasan yang membawa virus tidak dapat bertahan lama di kondisi lembab, dan suhu hangat dapat menurunkan jumlah virus," kata Elizabeth McGraw, direktur The Center for Infectious Disease Dynamics di Pennsylvania State University.
Profeson John Oxford, seorang ahli virologi dari Queen Mary University of London, dilansir dari Telegraph, mengatakan apabila melihat keluarga virus corona lainnya, kemungkinan COVID-19 juga merupakan virus musiman.
Baca juga: Update Virus Corona 2 Maret: 89.212 Orang di 68 Negara Terinfeksi
Jika benar virus musiman, maka kemungkinan virus akan mereda pada musim semi dan kembali lagi saat musim dingin.
"Harapan saya, musim semi dan musim panas dapat membantu kita untuk melawan virus dan memberikan dampak yang signifikan," ujar Oxford.
Namun, para ahli kesehatan tidak yakin musim panas dapat menghentikan COVID-19.
Dikutip dari Time, Dr. Nanny Messionnier dari Centers for Disease Control and Prevention mengatakan terlalu dini untuk menyimpulkan kasus virus corona akan mereda karena musim panas.
"Kita bahkan belum melalui satu tahun dengan patogen ini," kata dia.
McGraw dari Penn State University menjelaskan ada banyak faktor yang dapat menentukan bagaimana dan kapan virus tersebut akan berhenti.
"Tingkat penyebaran virus, efektivitas dari pengendalian infeksi virus, cuaca, dan kekebalan tubuh manusia sepertinya akan memainkan peran penting untuk menentukan nasib ke depannya," ucapnya.