Banyak juga penderita jantung yang sebelumnya tampak sehat, bugar, dan tidak memiliki riwayat penyakit apa pun dalam keluarganya.
"Banyak juga pasien-pasien saya usia 30 tahun, 32 tahun sudah mengalami toleransi glukosa terganggu. Kalau normalnya kurang dari 100, ini sudah 110-120," kata Ratih, diberitakan Kompas.com (5/7/2019).
Sama seperti Laffin, Ratih pun menduga bahwa pergeseran usia penderita jantung dikarenakan pola konsumsi masyarakat yang berubah.
Makanan dan minuman manis yang berlebihan bisa menambah risiko seseorang terkena penyakit jantung.
Ratih mengatakan, kondisi yang terasa sehat dan aktivitas olahraga yang cukup tidak berarti menyelamatkan orang dari risiko penyakit jantung.
Satu-satunya cara memastikan terbebas dari penyakit jantung adalah dengan rutin melakukan pemeriksaan kesehatan atau medical check-up (MCU).
"Itulah pentingnya MCU, bisa mendeteksi faktor risiko," kata Ratih.
Faktor risiko yang dimaksud meliputi kolesterol, gula darah, dan tekanan darah. Ketiga faktor ini selalu menjadi biang kerok penyumbatan pembuluh darah yang berujung pada serangan jantung.
Baca juga: 3 Hal untuk Cegah Stroke Akibat Kelainan Irama Jantung Aritmia
Dokter spesialis jantung dan pembuluh dari Rumah Sakit Universitas Indonesia dr Dian Zamroni, SpJP(K) dalam kesempatan yang sama menambahkan, laki-laki lebih berisiko kena serangan jantung dibanding perempuan.
"Laki-laki lebih berisiko karena perempuan mengalami menstruasi dan menghasilkan hormon estrogen yang bersifat protektif terhadap pembuluh darah," kata Dian.
Faktor kedua, kata Dian, lebih bisa diatur. Faktor yang dimaksud meliputi hipertensi, kebiasaan merokok, kolesterol tinggi, kegemukan, kurang olahraga, dan diabetes melitus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.