Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyerang Organ, Bagaimana Proses Virus Corona Menginfeksi Manusia?

Kompas.com - 17/02/2020, 13:03 WIB
Amalia Zhahrina,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

Namun, ketika Anda memiliki tingkat enzim yang tinggi dan abnormal dalam darah, seperti yang sudah menjadi ciri umum pasien yang menderita SARS dan MERS, itu adalah tanda peringatan.

Lok mengatakan para ilmuwan tidak sepenuhnya memahami bagaimana virus pernapasan ini berperilaku di hati. Virus itu mungkin secara langsung menginfeksi hati, mereplikasi dan membunuh sel itu sendiri. Atau sel-sel itu mungkin kerusakan tambahan karena respon imun tubuh Anda terhadap virus memicu reaksi peradangan yang parah pada hati.

Namun, dia mencatat bahwa gagal hati tidak pernah menjadi satu-satunya penyebab kematian bagi pasien SARS.

“Pada saat gagal hati, seringkali Anda akan menemukan bahwa pasien tidak hanya memiliki masalah paru-paru dan masalah hati tetapi mereka juga mungkin memiliki masalah ginjal. Pada saat itu menjadi infeksi sistemik,” sambung Lok.

Ginjal: semuanya terhubung

Ginjal Anda juga akan terkena dalam kekacauan virus ini. Buktinya, enam persen pasien SARS dan seperempat MERS mengalami cedera ginjal akut. Penelitian mengungkapkan bahwa Covid-19 juga dapat melakukan hal yang sama.

Seperti halnya hati, ginjal Anda bertindak sebagai penyaring darah. Setiap ginjal diisi dengan sekitar 800.000 unit penyulingan mikroskopis yang disebut nefron. Nefron-nefron ini memiliki dua komponen utama: saringan untuk membersihkan darah dan beberapa tabung kecil yang mengembalikan barang-barang bagus kembali ke tubuh Anda atau mengirim limbah ke kandung kemih Anda sebagai urin.

Ini adalah tubulus ginjal yang tampaknya paling terpengaruh oleh virus corona. Setelah wabah SARS, WHO melaporkan bahwa virus itu ditemukan di tubulus ginjal, yang dapat meradang.

Baca juga: Penyakitnya Diabetes, Kok Efeknya sampai ke Ginjal, Otak, dan Jantung?

Tidak jarang mendeteksi virus di tubulus jika ada dalam aliran darah Anda, kata Kar Neng Lai, seorang profesor di Universitas Hong Kong dan konsultan nefrologi di Sanatorium dan Rumah Sakit Hong Kong. Karena ginjal Anda secara terus menerus menyaring darah, kadang-kadang sel tubular dapat menjebak virus dan menyebabkan cedera sementara atau lebih ringan.

Cedera itu bisa menjadi mematikan jika virus menembus sel dan mulai bereplikasi. Tetapi Lai, yang juga anggota kelompok peneliti pertama yang melaporkan SARS dan berkontribusi pada penelitian Ginjal Internasional, mengatakan tidak ada bukti bahwa virus SARS bereplikasi pada ginjal.

Temuan itu, kata Lai, menunjukkan cedera ginjal akut pada pasien SARS mungkin karena beragam penyebab. Termasuk tekanan darah rendah, sepsis, obat-obatan, atau gangguan metabolisme. Sementara itu, kasus yang lebih parah yang menyebabkan gagal ginjal akut menunjukkan tanda-tanda atau badai sitokin.

Gagal ginjal akut kadang-kadang juga dapat disebabkan oleh antibiotik, kegagalan multi-organ, atau dihubungkan ke ventilator terlalu lama. Oleh karena itu, semuanya terhubung.

Kehamilan dan virus corona

Banyak informasi meresahkan yang mengaitkan kehamilan dan infeksi virus corona. Misalnya minggu lalu, dokter di sebuah rumah sakit di Wuhan melaporkan bahwa dua bayi dinyatakan positif virus corona baru, hanya 30 jam setelah kelahiran.

Kejadian tersebut menimbulkan pertanyaan apakah wanita hamil dapat menginfeksi anak sejak dalam kandungan, atau apakah penyakit itu dapat ditularkan selama kelahiran atau melalui ASI.

Walaupun begitu, penularan ibu-ke-bayi tidak diamati dengan SARS atau MERS meskipun banyak kasus yang melibatkan wanita hamil. Selain itu, menurut Rasmussen, ada cara lain bayi baru lahir dapat tertular virus corona. Seperti dengan dilahirkan di rumah sakit yang dibanjiri pasien yang terinfeksi selama keadaan darurat yang sibuk.

Bahkan, sebuah penelitian baru yang diterbitkan Kamis di The Lancet menawarkan bukti awal bahwa virus corona tidak dapat ditularkan dari ibu ke anak.

Baca juga: Apakah Ibu Hamil dapat Tularkan Virus Corona ke Janin? Studi Ungkap

Dalam laporan itu, para peneliti mengamati sembilan wanita di Wuhan yang menderita pneumonia Covid-19. Beberapa wanita mengalami komplikasi kehamilan, tetapi semua kasus mengakibatkan kelahiran hidup tanpa bukti penularan infeksi.

Meskipun penelitian ini tidak sepenuhnya mengesampingkan kemungkinan penularan selama kehamilan, studi ini menggarisbawahi perlunya berhati-hati dalam berspekulasi tentang penyakit ini.

“Perlu ada standar bukti yang tinggi sebelum Anda dapat mengatakan bahwa itu terjadi secara definitif dan tentunya sebelum Anda mulai membuat perubahan pada bagaimana kasus dikelola secara klinis atau dalam hal kebijakan publik,” kata Rasmussen.

Frieman setuju. Dia berharap epidemi ini akan mendorong lebih banyak dana untuk penelitian coronavirus seperti janji baru-baru ini dari Uni Eropa dan Yayasan Bill & Melinda Gates. Tetapi Frieman menginginkan dukungan dan minat untuk bertahan bahkan jika wabah ini akhirnya gagal, tidak seperti apa yang terjadi dengan penelitian SARS .

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau