Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Fakta Gas Air Mata, dari Sejarah, Mitos Odol, hingga Efek Bahayanya

Kompas.com - 01/10/2019, 17:03 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Demo mahasiswa dan pelajar di depan Gedung DPR hingga kawasan Semanggi, Jakarta Pusat, tadi malam (30/9/2019) berakhir ricuh.

Untuk membubarkan massa pengunjuk rasa, aparat menembakkan gas air mata. Bukan cuma ke massa yang berlari tunggang langgang, tapi juga ke Kampus Atma Jaya yang dijadikan titik posko evakuasi bagi korban luka-luka.

"Tembakan gas air mata mengarah ke kampus, yang seharusnya menjadi titik netral dan sudah ada posko evakuasi," ugkap seorang saksi mata yang berada di lokasi kejadian, Natado.

Diberitakan Kompas.com, tembakan gas air mata berlangsung sekitar pukul 18.50 hingga 21.00 WIB.

Baca juga: Polda Metro Jaya: Polisi Tak Bermaksud Menembak Gas Air Mata ke Arah Posko Farmasi Atma Jaya

Setelah kerusuhan demo pelajar dan mahasiswa mereda pada Senin malam (30/9/2019), sisa-sisa gas air mata masih terasa pekat terutama di Jalan Tentara Pelajar pada pukul 22.45 WIB.

Bila masyarakat melewati jalan tersebut, mata akan terasa sangat perih, begitu juga dengan hidung dan mulut.

Berikut adalah 5 fakta soal gas air mata yang perlu Anda tahu, mulai dari sejarah, mitos odol, kandungan, hingga efek pada kesehatan.

Fakta gas air mata

1. Sejarah penemuan gas air mata

Pada Agustus 1914, para tentara Perancis menembakkan granat berisi gas ke prajurit Jerman di kawasan perbatasan.

Perang yang dikenang sebagai "Battle of the Frontiers" ini menjadi momen perdana gas air mata digunakan di berbagai belahan dunia.

Granat berisi gas diciptakan ahli kimia Perancis. Tujuan utamanya adalah mengendalikan hura-hura, misi yang tak pernah berubah hingga kini.

Situs berita The Atlantic mengatakan, granat berisi gas tersebut digunakan untuk membuat mundur barikade.

Gas tersebut menimbulkan beragam reaksi seperti sakit mata, masalah pernafasan, iritasi kulit, pendarahan, bahkan kebutaan.

Granat berisi gas tersebut kemudian dikenal sebagai tear gas (gas air mata), atau lachrymator.

Situs Encyclopedia Britannica mengatakan bahan utama dalam gas air mata adalah halogen sintetis, cairan yang bisa ditembakkan lewat beberapa senjata seperti granat dan spray.

Gas air mata kini hampir selalu digunakan oleh pihak berwenang untuk meredakan demonstrasi. Hal ini dimulai usai Perang Dunia I berakhir.

Baca selengkapnya: Sejarah Gas Air Mata, Jadi Senjata Sejak Perang Dunia I

Pelajar berlari menghindari gas air mata saat ricuh dengan polisi di daerah Pejompongan, Jakarta, Senin (30/9/2019). Sebelumnya mereka berunjuk rasa menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).KOMPAS.com/RODERICK ADRIAN MOZES Pelajar berlari menghindari gas air mata saat ricuh dengan polisi di daerah Pejompongan, Jakarta, Senin (30/9/2019). Sebelumnya mereka berunjuk rasa menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).

2. Kandungan gas air mata

Dalam satu kaleng gas air mata terdapat beberapa kandungan kimia seperti arang, potasium nitrat, silikon, sukrosa, potasium klorat, magnesium karbonat, dan O-Chlorobenzalmalonotrile.

Menurut ahli anestesi dari Universitas Duke, Sven-Eric Jordt, istilah gas air mata sebenarnya tidak tepat.

Pasalnya, alat pembubar massa ini secara teknis bukan gas. "Senjata" itu berbentuk bubuk yang mengembang ke udara sebagai kabut halus.

Gas untuk mengusir massa dengan cara memberikan kesengsaraan maksimal. Benda ini bekerja dengan mengaktifkan salah satu dari dua reseptor sakit, yaitu TRPA1 dan TRPV1.

Dilansir Scientific American, senyawa kimia untuk mengaktifkan TRPA1 dan TRPV1 berbeda. Dengan kata lain, gas air mata bisa dibagi menjadi dua kelompok sesuai komponen senyawa kimia penyusunnya.

Salah satu agen yang mampu mengaktifkan reseptop TRPA1 adalah 2-chlorobenzalmalonitrile atau gas CS. Agen ini adalah senyawa kimia yang mengandung klor dan bertiup ke udara sebagai partikel halus.

Jordt menyebut, senyawa ini beraksi secara kimia dengan biomolekul dan protein pada tubuh manusia yang bisa menyebabkan sensasi terbakar parah.

Baca selengkapnya: Baca juga: Bukan Kenangan, Ini Kandungan Asli Gas Air Mata yang Bikin Perih

3. Efek gas air mata

Gas air mata memicu peradangan pada selaput lendir mata, hidung, mulut, dan paru-paru.

Secara umum, gas air mata tidak mematikan namun ada yang beracun.
Biasanya, efek akan timbul sekitar 30 detik setelah terkena gas.

Gejala setelah terkena gas air mata antara lain sensasi panas terbakar di mata, produksi air mata berlebihan, penglihatan kabur, kesulitan bernapas, dan nyeri dada.

Selain itu, juga akan mengalami air liur berlebihan, iritasi kulit, bersin, batuk, hidung berair, terasa seperti tercekik, kebingungan dan disorientasi yang memicu kepanikan, kemarahan intens.

Bahkan, bila sudah terkontaminasi gas air mata dalam kadar tinggi, juga dapat menimbulkan muntah serta diare.

Baca selengkapnya: Mengenal Gas Air Mata, Kandungan hingga Tips Mengurangi Dampaknya

4. Pasta gigi bukan solusi gas air mata

Pelajar luka terkena gas air mata akibat bentrokan dengan polisi saat demonstrasi menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) di Slipi, Jakarta Barat, Senin (30/9/2019). Akibat kericuhan ini tol dalam kota di kawasan Slipi lumpuh total.KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Pelajar luka terkena gas air mata akibat bentrokan dengan polisi saat demonstrasi menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) di Slipi, Jakarta Barat, Senin (30/9/2019). Akibat kericuhan ini tol dalam kota di kawasan Slipi lumpuh total.
Jika diamati, ada banyak demonstran yang mengoleskan pasta gigi di bawah mata. Hal ini diyakini dapat mencegah dan mengurangi rasa perih akibat gas air mata.

Namun, itu hanya mitos. Dokter mata dari Jakarta Eye Center (JEC) dr Florence Meilani Manurung, Sp.M (K) menjelaskan, odol tidak bisa menghalau gas air mata tapi hanya digunakan untuk mendinginkan kelopak mata.

"Tapi cara ini tidak tepat. Yang ada malah bahaya kalau odol masuk mata," kata Florence.

Alih-alih menggunakan gas air mata, Florence menyarankan untuk menggunakan kacamata pelindung sebagai upaya pencegahan.

Namun jika tembakan gas air mata terlanjur mengenai mata, segera bersihkan dengan air bersih seperti air mineral.

"Mata dan seluruh wajah (disiram air bersih). Jadi daripada bawa odol, lebih baik bawa air mineral," papar Florence.

Baca selengkapnya: Demonstran, Ini Penanganan Pertama Jika Terkena Gas Air Mata

5. Gas air mata kadaluarsa tak bikin mata makin perih

Dalam unjuk rasa di depan gedung DPR Rabu (25/9/2019), beredar foto yang menunjukkan selongsong gas air mata kadaluarsa.

Foto ini sempat membuat gaduh di Twitter dan banyak warganet mempertanyakan apakah hal ini berbahaya bagi kesehatan.

Peneliti dan dosen toksikologi dari Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia (UI) Budiawan menerangkan, bila suatu bahan kimia kadaluarsa artinya fungsi atau manfaat utama dari zat tersebut telah mengalami perubahan.

"Bahan kimia jika kadaluarsa artinya fungsi atau manfaat utama dari zat tersebut telah mengalami perubahan atau oksidasi. Artinya, efektivitas atau manfaatnya berkurang," kata Budiawan kepada Kompas.com melalui pesan singkat, Rabu (25/9/2019).

Oleh sebab itu Budiawan memastikan, gas air mata yang sudah kadaluarsa semestinya tidak lebih perih karena zat kimianya sudah mengalami perubahan karena teroksidasi secara kimiawi.

Pelajar luka terkena gas air mata akibat bentrokan dengan polisi saat demonstrasi menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) di Pejompongan, Jakarta Barat, Senin (30/9/2019). Akibat kericuhan ini tol dalam kota di kawasan Slipi lumpuh total.KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Pelajar luka terkena gas air mata akibat bentrokan dengan polisi saat demonstrasi menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) di Pejompongan, Jakarta Barat, Senin (30/9/2019). Akibat kericuhan ini tol dalam kota di kawasan Slipi lumpuh total.

Baca selengkapnya: Viral Foto Gas Air Mata Kadaluarsa, Benarkah Bikin Mata Lebih Perih?

6. Efek gas air mata tidak permanen

Dilansir Gizmodo, 14 Agustus 2014, gas air mata dirancang untuk dirasakan dalam waktu singkat, dan akan hilang tanpa efek permanen.

Sebuah studi yang dipublikasikan dalam Toxicological Reviews pada 2013 mencapai konklusi bahwa "tidak ada bukti kalau individu yang sehat akan mengalami efek kesehatan jangka panjang dari paparan CS (senyawa 2-chlorobenzalmalononitrile dalam gas air mata) di ruang terbuka".

Dalam beberapa kasus, paparan gas air mata berlebih dapat menyebabkan luka bakar pada kulit dan bila terkena mata bisa menyebabkan kebutaan.

Untuk orang yang mengidap asma, gas air mata dapat memicu gangguan pernapasan.

Sumber: Kompas.com (Kristian Erdianto, Jimmy Ramadhan Azhari, Sri Anindiati Nursastri, Dandy Bayu Bramasta, Resa Eka Ayu Sartika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com