Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menalar Otak Pembunuh dari Kasus Bocah 8 Tahun Tewas di Bak Mandi

Kompas.com - 04/07/2019, 20:03 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

Sumber Quartz

Contoh kecil, banyak orang mudah emosi bila berada di jalan raya, entah karena pengendara lain yang ugal-ugalan atau macet, sehingga dengan mudah kita mengucap sumpah serapah.

Hal-hal yang sering dialami manusia ini membuat Fields berpikir, stres atau tekanan dapat membuat siapa pun lebih peka terhadap ancaman potensial, sehingga lebih mudah gelisah dan melakukan hal mengerikan. Tak terkecuali orang yang tampak baik, mereka juga bisa mendapat pemicu yang mendorong melakukan hal mengerikan.

"Ini bukan pendapat. Ini fakta," tegas Fields.

"Lihatlah berbagai kejahatan yang muncul ketika sedang marah. Pelaku dalam hal ini adalah orang-orang yang sebelumnya tidak percaya bahwa mereka memiliki kecenderungan agresif," jelas Fields.

Fields mengatakan, dengan menyadari bagaimana otak bekerja, akan membantu kita meredam respons terhadap ancaman yang dirasakan.

Idealnya, kita semua tahu bahwa stres membuat lebih sensitif. Namun kita juga harus sadar, bahwa dengan meluapkan emosi pada orang lain juga sebuah kesalahan, artinya ini bukan respons yang tepat.

Baca juga: Jadi Pembunuh Senyap, Polusi Udara Bisa Sangat Merusak Kesehatan

Untuk menghadapi persoalan seperti ini dan menekan angka kematian akibat kemarahan, Fields menyarankan agar para remaja diberi pemahaman secara spesifik alasan mereka marah sebenarnya dikendalikan oleh otak, dan tidak ada keuntungan dalam respons agresif.

"Menurut saya ini lebih efektif dibanding meminta mereka mengendalikan kemarahan," ujar Fields.

Tekanan sosial, termasuk norma budaya dan pedoman hukum benar-benar memengaruhi dorongan biologis manusia untuk melakukan kekerasan hingga pembunuhan.

Namun selama hal itu bisa dikendalikan dari otak, kita tidak akan melakukan hal merugikan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Sumber Quartz
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com