Ketidakpastian teknologi dan sistem TEWS
Teknologi memiliki kelemahan yang melekat pada sistem tata kelola dan keterbatasan karena konteks. Badan Informasi Geospasial (BIG) perlu memutakhirkan dan memantau pemeliharaan tide gauge secara berkala.
Sistem dan peralatan yang bergantung pada aliran listrik sering menjadi masalah ketika terjadi gempa besar. Pentingnya sistem energi back-up seperti tenaga surya sudah sering dibahas.
Selain soal ketiadaan informasi dari tide gauge Palu dan ketiadaan tsunami buoys, berbagai kritik terkait model analisis tsunami yang wajib memperhitungkan karakteristik dinamika teluk, potensi longsor bawah laut, serta sistem dan teknologi InaTEWS yang tidak mutakhir mungkin ada benarnya.
Menyalahkan BMKG saat ini tentu gampang, tetapi tak selalu seperti yang terlihat secara kasat mata dalam gempa Palu. Mengoreksi birokrasi lokal (juga nasional) yang abai dalam memelihara tide gauge dan buoys juga perlu.
Namun, menyalahkan masyarakat tanpa ada agenda pendidikan publik dan kesadaran mereka terkait aset-aset InaTEWS seperti tsunami buoys tentu lebih mudah lagi.
Aspek kecepatan dan ketepatan menjadi sangat penting dalam sistem peringatan dini tsunami (TEWS) di mana pun. Hukum perkembangan teknologi menurut Hukum Moore menghendaki pemuktahiran alat setiap 18-24 bulan.
Bagaimana InaTEWS mengoperasikan sistem yang efektif menyelamatkan rakyat bila sistemnya tidak diperbarui secara berkala seturut perkembangan teknologi? Bagaimana memiliki sistem yang selalu mutakhir bila pengambil kebijakan tidak mendukung proposal anggaran pemuktahiran sistem?
Salah satu komponen utama dari sistem peringatan dini Indonesia adalah manusia Indonesia itu sendiri. Penekanan yang berlebihan pada teknologi dapat membuat komunitas menjadi pasif.
Baca juga: Fakta Teluk Palu sebagai Daerah Reklamasi yang Dihantam Tsunami
Ini dapat mengakibatkan kemampuan masyarakat tidak berkembang dalam beradaptasi dengan daya antisipasi yang mandiri dan berkelanjutan.
Reformasi birokrasi bencana di daerah
Harus ada upaya pendidikan masyarakat secara konsisten. TEWS diciptakan demi penyelamatan manusia.
Karena itu, penekanan pada manusia dan sistem tata kelolanya sangat penting dalam menjamin keberlanjutan layanan peringatan dini.
Transformasi InaTEWS menghendaki reformasi birokrasi TEWS dan penanganan bencana di daerah dalam keseharian.
Kehadiran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) sebagai ujung tombak layanan informasi bencana dan peringatan di tiap kabupaten kota bukanlah pajangan birokrasi tanpa tujuan.
Tanpa perbaikan birokrasi dan reformasi layanan publik sepanjang rantai InaTEWS dari pusat hingga daerah dan yang diikuti dengan penyadaran dan kesiapsiagaan akar rumput, mustahil Indonesia tangguh terhadap gempa tsunamigenik.
Jonatan A Lassa
Senior Lecturer, Humanitarian Emergency and Disaster Management, College of Indigenous Futures, Arts and Society, Charles Darwin University
Artikel ini ditayangkan berkat kerja sama Kompas.com dan The Conversation Indonesia dengan judul asli "Meninjau ulang strategi peringatan dini tsunami di Indonesia: cermin dari Palu". Isi artikel di luar tanggung jawab Kompas.com.
Baca juga: Tsunami Akan Terjadi Lagi, Pasti!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.