"Saya pikir pengetahuan ini terus berlanjut karena beberapa alasan," ungkap Hough.
"Salah satunya adalah orang menemukan pola dalam data acak, seperti melihat bentuk binatang pada awan. Ketika gempa besar terjadi saat bulan purnama, orang cenderung menganggap penting pada kebetulan tersebut. Tapi ketika gempa besar tidak sesuai dengan pola, maka itu dianggap tidak mengikuti pola dan tak diperhatikan," sambungnya.
Pada 2016 lalu, sebuah studi menemukan bahwa bulan purnama menjadi salah satu pemicu gempa bumi. Hal itu diungkapkan oleh Satoshi Ide, pakar seismologi dari University of Tokyo melalui publikasinya dalam jurnal Nature Geoscience.
Sayangnya, penelitian Ide ini masih menimbulkan perdebatan di kalangan ilmuwan. Honn Kao, peneliti di Geological Survey of Canada menyebut bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna.
"Dari penelitian Ide, kita telah belajar ketika Anda sampai pada gempa yang lebih kecil, hubungan bulan purnama dan gempa tampaknya tak terlalu jelas," ungkap Kao.
Baca juga: Malam Ini dan Selamanya, Mars Tidak Akan Sebesar Purnama
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.