KOMPAS.com - Pernahkah Anda mendengar tentang mitos bulan purnama akan memicu terjadinya gempa bumi besar? Mitos tersebut menjadi sebuah tanya besar di kalangan para ilmuwan.
Namun, benarkah bulan purnama benar-benar menjadi pemicu gempa?
Temuan terbaru mengungkap hal yang sebaliknya. Penelitian yang dilakukan oleh Susan Hough dari U.S geological Survey (USGS) itu awalnya mencoba mencari bukti statistik terhadap mitos tersebut.
"Itu jelas sebuah mitos besar tentang gempa, yaitu gempa besar terjadi pada bulan purnama," kata Hough dikutip dari LA Times, Selasa (16/01/2018).
Baca juga: Teki-teki Terpecahkan, Purnama Memang Bisa Memicu Gempa
Dalam penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Seismological Research Letters, Hough melihat data dari 204 gempa bumi yang berkekuatan 8 skala Richter atau lebih mulai dari 1600-an. Hasilnya, ia tak mendapati bukti yang menunjukkan bahwa tingkat gempa dipengaruhi secara signifikan oleh posisi bumi terhadap matahari atau bulan.
Meski begitu, Hough menyebut bahwa tidak berarti tidak ada pola terkait posisi bulan dan gempa bumi. Ia memang menemukan bahwa jumlah tertinggi gempa terjadi pada hari tertentu, yaitu 7 hari setelah bulan purnama.
"Ada beberapa penelitian bagus yang menunjukkan bahwa kekuatan pasang surut air laut sedikit memicu gempa," kata Hough.
"Masuk akal: pasang surut menciptakan tekanan besar pada bumi, bukan hanya samudra. Dalam beberapa kasus, kekuatan kecil itu bisa menjadi 'jerami yang mematahkan punggung unta itu' dan mendorong kesalahan untuk menghasilkan gempa," imbuhnya.
"Ini bukan nilai praktis untuk prediksi (gempa)," tegasnya.
Namun, pada titik ini, pasang surut air laut sudah sedikit. Dengan kata lain, tidak tepat jika dikatakan bahwa bulan dan gempa bumi saling terkait.
"Analisis statistik saya menunjukkan bahwa sinyal yang jelas ini tidak signifikan secara statistik," ujar Hough dikutip dari CBC, Jumat (19/01/2018).
"Tapi ada banyak pengetahuan tentang gempa bumi dan bulan purnama, saya sedikit terkejut bahwa gempa bumi terjadi pada hari yang tidak populer secara pengetahuan," imbuhnya.
Baca juga: Sains Jelaskan Kenapa Risiko Kecelakaan Motor Meningkat Saat Purnama
Hough kemudian menguji signifikasi terhadap pola yang muncul dalam data dengan mengacak tanggal gempa bumi. Pola yang muncul mirip dengan data tersebut.
Dia menyebut hal ini mirip dengan melempar koin, kadang-kadang kamu mendapat hasil yang sama enam kali berturut-turut.
Kaitan Bulan Purnama dan Gempa
"Saya pikir pengetahuan ini terus berlanjut karena beberapa alasan," ungkap Hough.
"Salah satunya adalah orang menemukan pola dalam data acak, seperti melihat bentuk binatang pada awan. Ketika gempa besar terjadi saat bulan purnama, orang cenderung menganggap penting pada kebetulan tersebut. Tapi ketika gempa besar tidak sesuai dengan pola, maka itu dianggap tidak mengikuti pola dan tak diperhatikan," sambungnya.
Pada 2016 lalu, sebuah studi menemukan bahwa bulan purnama menjadi salah satu pemicu gempa bumi. Hal itu diungkapkan oleh Satoshi Ide, pakar seismologi dari University of Tokyo melalui publikasinya dalam jurnal Nature Geoscience.
Sayangnya, penelitian Ide ini masih menimbulkan perdebatan di kalangan ilmuwan. Honn Kao, peneliti di Geological Survey of Canada menyebut bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna.
"Dari penelitian Ide, kita telah belajar ketika Anda sampai pada gempa yang lebih kecil, hubungan bulan purnama dan gempa tampaknya tak terlalu jelas," ungkap Kao.
Baca juga: Malam Ini dan Selamanya, Mars Tidak Akan Sebesar Purnama
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.