Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini 3200 Phaethon, Asteroid Aneh yang Jadi Induk Hujan Meteor Geminid

Kompas.com - 14/12/2017, 19:05 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com -- Tanggal 16 Desember 2017 esok akan ada fenomena hujan meteor Geminid di langit Indonesia. Namun Geminid tak sendiri, ia akan bersama sebuah asteroid aneh yang bernama 3200 Phaethon.

Asteroid tersebut dikatakan aneh karena merupakan satu di antara dua asteroid yang menjadi induk peristiwa hujan meteor utama.

Hujan meteor sendiri umumnya bersumber dari remah-remah komet yang dilepaskan saat mendekati matahari dalam perjalanan menyusuri orbitnya.

Tekanan angin matahari membuat komet menyemburkan gas dan debu yang membentuk panorama ekor nan khas. Lalu, gangguan gravitasi Bumi dan planet-planet tetangga membuat remah-remah komet yang berbentuk debu dan pasir ini lantas bergeser secara dinamis.

"Jika orbit kometnya berdekatan dengan orbit bumi, maka ada kemungkinan remah-remah komet ini bisa tertarik gravitasi sehingga memasuki atmosfer dan menjadi meteor," kata Marufin Sudibyo, seorang astronom amatir, kepada Kompas.com pada Rabu (13/12/2017).

Baca juga: Asteroid Berpotensi Bahaya Mendekati Bumi Bulan Desember Ini

"Kita di permukaan bumi akan menyaksikan meteor-meteor yang menjadi bagian dari hujan meteor ini seakan-akan berasal dari sebuah titik di rasi bintang tertentu," kata Marufin lagi.

Inilah yang membuat 3200 Phaethon aneh. Ia merupakan induk hujan meteor, meski bukan komet.

Marufin menyebutkan bahwa dari 12 hujan meteor utama, hanya dua yang bukan dari remah-remah komet. "Hujan meteor Geminid adalah salah satunya," ungkap Marufin.

"Disebut Geminid karena ia seakan-akan berasal dari satu titik dalam rasi Gemini. Hujan meteor ini bersumber dari remah-remah asteroid Phaethon," sambungnya.

Marufin juga menjelaskan bahwa kita di permukaan bumi akan menyaksikan meteor-meteor yang menjadi bagian dari hujan meteor ini seakan-akan berasal dari sebuah titik di rasi bintang tertentu. Itu juga yang terjadi pada hujan meteor Geminid yang akan kita saksikan pada 16 Desember 2017.

"Meteor-meteor dari hujan meteor Geminid bisa mencapai 120 meteor per jam pada puncaknya dan tergolong hujan meteor paling intensif. Meteor-meteor itu melesat dengan kecepatan 35 kilometer per detik dan memiliki elemen orbital yang relatif sama dengan elemen orbital Phaethon," ungkap Marufin.

Hujan meteor Geminid sendiri disaksikan pertama kali pada 1862. Akan tetapi, asteroid 3200 Phaethon baru ditemukan pada 1983 melalui observasi teleskop antariksa Infra Red Astronomical Satelite (IRAS) sebagai benda langit berdiameter 5 kilometer.

Selain karena merupakan induk hujan meteor Gemenids tahun ini, 3200 Phaethon juga memiliki keanehan lainnya. Salah satunya adalah karena orbit asteroid ini yang sangat lonjong.

Bahkan, perihelion (jarak terdekat dari matahari) asteroid ini hanya 21 juta kilometer. Jarak ini lebih dekat daripada jarak Merkurius ke matahari, kata Marufin.

"Sementara aphelion (jarak terjauh dari matahari)-nya melambung jauh hingga 359 juta kilometer, atau sudah berada di dalam kawasan Sabuk Asteroid Utama yang menjadi kawasan hunian asteroid pada umumnya," kata Marufin.

Baca juga: Asteroid Alien Oumuamua Ternyata Lebih Unik dari Perkiraan Sebelumnya

Dengan orbit lonjong tersebut, berarti 3200 Phaethon memintas orbit empat planet sekaligus, yaitu Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars.

Dengan statusnya sebagai asteroid pemintas, orbit asteroid 3200 Phaethon memiliki jarak perpotongan terhadap orbit bumi atau Minimum Orbit Intersection Distance (MOID) sekitar 2,9 juta kilometer. Dengan demikian, asteroid ini termasuk dalam kelompok Asteroid Potensi Bahaya (APB) bagi bumi karena MOID-nya lebih kecil dari ambang batas minimal yaitu 7,5 kilometer.

proyeksi lintasan Phaethon 3200 proyeksi lintasan Phaethon 3200

"Meski demikian, dengan orbit yang telah diketahui, hal ini cukup baik karena rentang waktu pengamatan yang panjang (yakni melebihi 30 tahun). Maka tidak ada potensi bagi asteroid Phaethon untuk berbenturan dengan bumi hingga kurun 400 tahun mendatang," ujar Marufin.

Marufin juga menambahkan bahwa pada 17 Desember 2017 pukul 06:00 WIB, asteroid 3200 Phaethon akan berada pada jarak hanya 10,3 juta kilometer dari bumi. Ini adalah jarak terdekat kedua bagi asteroid itu ke bumi sepanjang abad ini setelah perlintasan-dekat Desember 2093 kelak (dimana 3200 Phaethon hanya berjarak 3 juta kilometer dari Bumi).

"Tidak ada potensi tubrukan antara asteroid Phaethon dengan bumi sehingga kejadian mendekatnya asteroid ini dikategorikan sebagai perlintasan-dekat atau papasan-dekat," kata Marufin.

"Asteroid ini jauh lebih kecil ketimbang bumi sehingga kala melintas dalam jarak 10,3 juta kilometer itu tidak ada dampak yang kita rasakan di bumi," tambahnya.

Namun, Marufin juga menyebutkan bahwa asteroid aneh ini tidak akan dapat dilihat dengan mata telanjang. Hal ini karena saat berada pada titik terdekatnya dengan bumi, asteroid 3200 Phaethon berada di atas kawasan Samudera Atlantik bagian barat.

Baca juga: Aloha, Asteroid Alien yang Kunjungi Tata Surya Kita Punya Nama Baru

"Ia melintas dengan kecepatan mendekati 115.000 kilometer per jam. Magnitudonya diperkirakan +11 sehingga hanya bisa dilihat dengan teleskop yang memiliki lensa atau cermin berdiameter minimal 100 milimeter," ungkap Marufin.

"Namun pengalaman menunjukkan bahwa obyek seredup itu masih bisa difoto dengan kamera DSLR yang berlensa 80 milimeter, asal mengikuti gerak langit dan waktu paparannya lama (30 detik)," sambung Marufin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com