Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Ambergris yang Dimuntahkan Paus Sperma di Bengkulu

Kompas.com - 16/11/2017, 17:00 WIB
Resa Eka Ayu Sartika,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Berbagai perbincangan ambergris yang ditemukan di Bengkulu menyedot perhatian publik. Tapi tahukah Anda apa yang membuat benda itu bernilai?

Dihibungi Kompas.com melalui sambungan telepon pada Rabu (15/11/2017), pakar mamalia laut LIPI, Sekar Mira menyebutkan bahwa ambergris adalah hasil sekresi dari saluran pencernaan paus sperma.

Jika dilihat dari fisiknya, ambergris atau yang juga sering disebut "muntahan" paus adalah zat padat, lilin, dan mudah terbakar yang diproduksi di usus ikan paus. Hingga saat ini belum pernah ada yang melihat paus mengeluarkan ambergris secara langsung.

Dikutip dari Livescience, Jumat (1/2/2013), para peneliti pun masih belum benar-benar yakin mengenai bagaimana paus sperma meghasilkan dan mengeluarkan benda ini. Namun dugaan sementara ambergris tidak keluar dari mulut, melainkan dari anus karena baunya.

Baca juga: Kasus Muntahan Paus di Bengkulu, Apa dan Mengapa Perlu Dikhawatirkan?

Biasanya, mereka mengeluarkan zat ini karena "salah makan". Salah makan yang dimaksud adalah ketika paus sperma menelan benda tajam yang sulit dicerna, seperti paruh cumi raksasa.

Saat menelan benda semacam itu, mereka akan menciptakan sejenis lapisan lemak yang kemudian dikeluarkan. Biasanya, paus sperma jantan yang melakukan hal ini.

Chirstopher Kemp, penulis buku Floating Gold: the Natural (and Unnatural)History of Ambergris terbitan University of Chicago Press mengatakan bahwa ambergris mahal karena sangat langka.

"Hanya satu persen dari 350.000 paus sperma yang benar-benar dapat membuatnya," kata Kemp.

Hal senada juga disebutkan oleh Sekar Mira.

"Ambergris kan kayak byproduct di pencernaan, jadi sewaktu-waktu akan dikeluarkan. Untuk durasi atau rentang waktu paus sperma mengeluarkan ambergris ini belum ada catatannya hingga saat ini," kata Sekar.

Ambergris sendiri memang dikenal sebagai pengawet parfum yang berharga fantastis. Padahal setelah keluar dari tubuh paus, ambergris memiliki bau busuk dan berwarna persis seperti kotoran.

Baca Juga: 10 Paus Sperma Terdampar di Aceh, Butuh Penanganan Ahli

Namun lama kelamaan, bau ini berubah menjadi wangi. Warnanya pun semakin lama berubah menjadi abu-abu.

Dirangkum dari Scientific American, 26 April 2007,  matahari, udara, dan air laut mengoksidasi massa ambergris, airnya pun terus menguap. Hal ini membuat ambergris mengeras dan pecah menjadi potongan yang lebih kecil yang mengambang di laut sebelum sampai ke bibir pantai.

Potongan yang lapuk (sudah lama di laut), akan memancarkan aroma manis dan harum yang sering disamakan dengan bau tembakau, pinus, atau musk.

"Kualitas dan nilai dari ambergris ini bergantung pada berapa lama ia mengambang di laut atau menua," kata Bernard Perrin, pakar ambergris.

George Preti, seorang ahli kimia wewangian dari Monell Chemical Senses Center mengatakan, ambergris sangat disukai sebagai pengawet parfum karena molekulnya yang bersifat lipofilik, mirip dengan molekul parfum. Hanya saja molekul ambergris lebih berat dan besar.

"Molekul bau memiliki afinitas tinggi untuk molekul liofilik lainnya, jadi keduanya berhubungan dengan molekul ambergris dan tidak memasuki fase penguapan sekaligus," kata Preti.

Selain hal yang disebutkan di atas, hingga saat ini masih banyak misteri tentang ambergris yang belum terpecahkan. Seperti mengapa benda ini banyak ditemu di belahan bumi selatan, padahal paus sperma berenang ke seluruh lautan dunia? Atau, mengapa hanya paus sperma, terutama yang jantan, yang mengeluarkan benda ini?

Baca juga: Sekelompok Paus Ditemukan Berdiri di Lautan, Apa yang Terjadi?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau