KOMPAS.com - Epidemi virus corona telah melumpuhkan ekonomi China, namun di balik bencana ini ada dampak yang tidak terduga bagi lingkungan.
Melansir Science Alert, Kamis (20/2/2020), emisi karbon di China telah turun sedikitnya 100 juta metrik ton selama dua minggu terakhir.
Hal itu disampaikan sebuah penelitian yang diterbitkan Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) di Finlandia.
Penurunan emisi karbon tersebut hampir enam persen dari emisi global selama periode yang sama tahun lalu.
Baca juga: Studi Baru Buktikan Virus Corona Bukan Hasil Rekayasa di Laboratorium
Penyebaran virus corona (Covid-19) yang berlangsung sangat cepat, memang telah menewaskan lebih dari 2.000 orang dan menginfeksi lebih dari 74.000 orang di seluruh China.
Dampak dari penyebaran wabah virus ini menyebabkan penurunan permintaan untuk batu bara dan minyak, yang mengakibatkan penurunan emisi. Studi ini dipublikasikan di Carbon Brief yang berbasis di Inggris.
Selama dua minggu terakhir, para peneliti menemukan fakta, pembangkit listrik harian bertenaga batu bara berada di level terendah selama empat tahun terakhir dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sementara, produksi baja telah merosot ke level terendah selama lima tahun terakhir.
Baca juga: Ilmuwan dari 9 Negara Mengecam Teori Konspirasi Awal Mula Virus Corona
China adalah negara importir dan konsumen minyak bumi terbesar di dunia.
Akan tetapi, produksi kilang minyak terbesar di negara itu, yakni di provinsi Shandong, jatuh ke level terendah sejak musim gugur 2015.
Aktivitas ekonomi di China biasanya meningkat setelah liburan Tahun Baru Imlek, yang dimulai pada 25 Januari.
Namun, akibat dari virus corona Covid-19 yang terus meluas dan menginfeksi banyak orang, pemerintah setempat memperpanjang liburan tahun ini.
Hal itu dilakukan untuk mengatasi epidemi virus Covid-19 dengan menjaga orang-orang untuk tetap berada di rumah.
Dalam laporan itu menyebutkan upaya mengekang penyebaran virus corona telah menyebabkan pengurangan output sektor-sektor industri dari 15 persen menjadi 40 persen.
Kemungkinkan kondisi ini telah memusnahkan lebih dari seperempat emisi karbon dioksida (CO2) di negara itu selama dua minggu terakhir.