Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Kontaminasi Radioaktif di Serpong, Bagaimana Level Bahayanya?

Kompas.com - 29/02/2020, 20:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Yang menarik, para peneliti tidak menemukan perbedaan yang mencolok tingkat insiden kanker pada dua kelompok populasi tersebut. Kanker yang mereka derita tidak terkait dengan radiasi dari kontaminasi radioaktif.

Radiasi di Serpong

Dalam kasus Serpong, Batan telah memeriksa sembilan warga kompleks Perumahan Batan yang diduga kuat terkontaminasi radioaktif dengan Whole Body Counting alias scan radioaktif seluruh tubuh. Dua orang terdeteksi positif terkontaminasi Cs-137.

Dosis radiasi yang mengenai mereka adalah 0,05 dan 0,12 milisievert per tahun. Dosis ini lebih rendah dibanding dosis maksimal paparan nuklir yang dianggap aman bagi manusia yang ditetapkan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) sebesar 1 milisievert per tahun, sesuai dengan aturan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).

Cesium 137 memancarkan radiasi gamma dan beta. Gamma daya tembusnya besar tapi daya rusaknya kecil pada jaringan biologis. Sementara, beta daya tembusnya kecil tapi daya rusaknya besar. Di Serpong, Cesium itu memancarkan dua radiasi ini.

Cs-137 memiliki waktu paruh 30 tahun. Ini berarti zat radioaktif ini butuh waktu 30 tahun untuk meluruh hingga aktivitasnya menjadi setengah dari aktivitas mula-mula. Zat ini tidak diperjualbelikan secara bebas.

Dalam kasus di Serpong, belum dapat dipastikan kapan mulai adanya sumber radiasi tersebut berada di kawasan perumahan. Satu hal yang pasti bahwa paparan radiasi ini diketahui oleh petugas BAPETEN saat memantau radiasi pada 30-31 Januari 2020.

Saat ditemukan Cesium 137 ini sudah bercampur dengan tanah, tidak berbentuk cairan atau lempeng, sehingga sulit diketahui berapa banyak sebenarnya Cesium yang dibuang atau tercecer di lokasi tersebut.

Radiasi eksternal dan internal

Ada dua jenis paparan radiasi radioaktif: radiasi eksternal dan internal.

Radiasi eksternal bersumber dari luar tubuh manusia seperti secara sengaja pada orang yang dipotret dengan rontgen sinar X atau secara tidak sengaja ada orang yang melewati zona paparan radiasi seperti kasus Serpong saat ini.

Sedangkan paparan radiasi internal atau kontaminasi internal bersumber dari radioaktif yang masuk ke dalam tubuh manusia. Misalnya pada orang mengkomsumsi air, makanan, dan buah-buahan yang mengandung radio aktif.

Paparan zat radioaktif Cesium 137 di atas ambang batas dan dalam jangka lama dapat menyebabkan kanker. Mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi radioaktif sangat berbahaya. Jika seseorang mengkonsumsi bahan yang mengandung Cesium 137, radioaktifnya dapat terkumpul di otot dan berpeluang menimbulkan kanker.

Dalam kasus di Serpong, paparan radiasi yang dapat terjadi adalah paparan eksternal bagi penduduk yang melewati area ditemukannya sumber radioaktif Cs-137. Juga ada kemungkinan kontaminasi internal bagi warga yang mengkonsumsi air atau sayuran yang tumbuh pada area yang terkontaminasi tersebut.

Menurut data laju dosis setelah pembersihan tanah hingga 19 Februari 2020, jika warga berada satu meter dari zona yang diberi garis polisi ia bisa terpapar radiasi dengan laju dosis penyerapan radiasi 1 mikrosievert per jam.

Bagi orang yang berada di titik laju dosis tertinggi selama satu jam pada 16 Februari ia akan mendapat paparan radiasi eksternal setara 9 mikrosievert (0,09 millisievert). Jika dikonversikan setahun setara 78,894 milisievert.

Jika terus dibersihkan, dosis paparan di lokasi tersebut akan terus berkurang sehingga paparan radiasi eksternal yang diterima warga juga akan menurun.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau