SEPETAK tanah kosong berumput di sebuah kompleks perumahan di Kota Tangerang Selatan (propinsi Banten) menyedot perhatian besar hingga skala nasional dalam seminggu terakhir. Di tanah inilah terjadi kontaminasi material radioaktif sehingga tingkat radiasinya sempat jauh di atas ambang batas meski cukup guna menimbulkan gangguan kesehatan apalagi kematian.
Sepetak tanah tersebut berada tepat di samping gerbang masuk utama perumahan dan hanya dipisahkan bentangan jalan raya Serpong dengan sebagian kompleks pemerintahan Kota Tangerang Selatan. Gedung DPRD Kota Tangerang Selatan, tepat berhadapan dengan petak tanah yang terkontaminasi tersebut.
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) menemukan petak tanah terkontaminasi tersebut saat melaksanakan uji fungsi unit pemantau radioaktivitas lingkungan (MONA) pada 30–31 Januari 2020. Uji fungsi dilaksanakan secara rutin guna menjamin kehandalan unit MONA.
Area yang ditelusuri seluruhnya di Kota Tangerang Selatan, meliputi Kecamatan Pamulang, Serpong dan Setu. Fasilitas yang diukur aktivitas lingkungannya meliputi Perumahan Puspiptek, Kampus ITI (Institut Teknologi Indonesia), Perumahan Batan Indah dan Stasiun KA Serpong.
Pada semua tempat itu radioaktivitas lingkungan bersifat normal, artinya berada di bawah ambang batas yang diperkenankan.
Secara alamiah, memang ada paparan radiasi dari isotop–isotop radioaktif natural baik di paras Bumi maupun atmosfer yang menghasilkan dosis radiasi serapan hingga batas tertentu. Fenomena tersebut dinamakan paparan latar (background radiation) dan umum dijumpai dimanapun.
Kecuali di salah satu sudut Perumahan Batan Indah yang secara administratif menjadi bagian Kelurahan Kademangan di Kecamatan Setu. Di sini, terdeteksi paparan radiasi dengan tingkat cukup signifikan.
Pengecekan ulang memastikan paparan radiasi di situ memang tinggi dan di atas normal. Pengukuran Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) menunjukkan dosis radiasinya 149 mikroSievert perjam.
Dekontaminasi dilakukan mulai 12 Februari 2020 dengan mengelupas topsoil dan vegetasi di area seluas 10 x 10 meter persegi, didahului pemetaan dan pelacakan sumber kontaminasi. Beberapa serpih Caesium–137 ditemukan tim gabungan BAPETEN & BATAN pada 7–8 Februari 2020.
Dekontaminasi menghasilkan 5,2 meter kubik material padat yang diperlakukan sebagai limbah radioaktif padat yang selanjutnya diproses di fasilitas Pusat Teknologi Limbah Radioaktif BATAN.
Pasca pengelupasan pertama, dosis radiasinya menurun 30 % menjadi 99 mikroSievert perjam.
Banyak pertanyaan terkait kejadian ini. Misalnya, dari mana Caesium–137 yang mengontaminasi?
Caesium–137 adalah salah satu isotop yang bersifat radioaktif dari Caesium, suatu unsur golongan logam alkali. Ia segolongan dengan Natrium dan Kalium, sehingga memiliki sifat kimia serupa.
Sebagai Caesium–137 murni, logam ini berbentuk cair dalam suhu kamar dan bereaksi eksplosif saat bersentuhan dengan air maupun udara bebas. Sebaliknya kala berikatan dengan Khlor sebagai senyawa Caesium Khlorida, ia berbentuk padatan serbuk putih stabil yang mudah larut dalam air maupun etanol.
Sebagai isotop radioaktif, peluruhan Caesium–137 melepaskan partikel beta (elektron energetik) berenergi 512 keV (kilo elektronVolt) dan membentuk isotop Barium–137 metastabil.
Isotop Barium–137 metastabil juga segera meluruh dalam orde mikrodetik menjadi Barium–137 yang stabil (ground state) dengan melepaskan sinar gamma berenergi 662 keV. Mekanisme peluruhan ini yang menjadikan Caesium–137 sebagai pemancar sinar gamma dan beta.
Material radioaktif ini memiliki waktu paruh 30 tahun, dengan kata lain aktivitas radiasinya akan berkurang menjadi separuh dari semula dalam 30 tahun.
Caesium–137 dalam jumlah signifikan tak tersedia secara alamiah di jagat raya. Ia hanya bisa diproduksi dalam reaksi fisi nuklir (pembelahan nuklir) pada Uranium (Uranium–235, Uranium–233) dan Plutonium (Plutonium–239), baik dalam teras reaktor nuklir maupun ledakan bom nuklir.
Sebelum beroperasinya Chicago Pile Reactor–1, reaktor nuklir pertama di dunia, pada 2 Desember 1942, dunia tak pernah menyaksikan hadirnya Caesium–137 dalam jumlah signifikan selama 1,7 milyar tahun terakhir.
Lebih spesifik lagi, untuk pertama kalinya Caesium–137 tersebar ke lingkungan dalam jumlah signifikan adalah pada 16 Juli 1945 kala berlangsung ujicoba The Gadget pada medan percobaan Jornada del Muerto di padang Alomogordo, New Mexico (Amerika Serikat).
Sekitar 6 persen dari material radioaktif produk fisi yang memiliki waktu paruh medium (yakni kurang dari 100 tahun) adalah Caesium–137. Peringkat berikutnya diduduki oleh Stronsium–90, Samarium–151 dan Kripton–85.
Caesium–137 yang diproduksi pada teras reaktor nuklir memiliki ciri khas berupa keterdapatan isotop radioaktif lainnya berupa Caesium–134. Secara kimiawi, Caesium–134 tidak bisa dibedakan dengan Caesium–137 sehingga sangat sulit dipisahkan. Sebaliknya, Caesium–137 yang diproduksi dalam ledakan bom nuklir tidak mengandung Caesium–134.
Maka menentukan asal suatu kontaminasi Caesium–137 pada satu lokasi umumnya dimulai dengan melihat rasio Caesium–134 terhadap Caesium–137 pada sampel.
Caesium–137 memiliki sejumlah manfaat yang turut menopang peradaban manusia modern.