Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cuaca Ekstrem Indonesia Diprediksi Berlangsung hingga 2040, Benarkah?

Kompas.com - 28/02/2020, 10:07 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Minggu, 24 Februari 2020, sejumlah wilayah di Indonesia kembali diguyur hujan lebat. Salah satu daerah yang merasakan banjir akibat hujan deras itu adalah Jakarta dan sekitarnya.

Dalam pemberitaan sebelumnya, BMKG mengatakan, kondisi ini disebabkan oleh fenomena cuaca ekstrem yang sedang melanda Indonesia.

Berdasarkan data yang dimiliki BMKG, kejadian fenomena cuaca dan iklim ekstrem menjadi semakin sering dalam 30 tahun terakhir, dengan intensitas yang semakin tinggi.

"Kondisi ekstrem ini kejadiannya semakin sering sejak 30 tahun terakhir dan jangka tahunnya semakin pendek. Hari ini adalah sebagian dari fenomena (cuaca ekstrem) yang panjang tadi," ujar Dwikorita Karnawati, MSc selaku Kepala BMKG, Selasa (25/2/2020).

Baca juga: Dampak El Nino dan Dipole Mode 2019, Tahun Ini Curah Hujan Lebih Deras

Proyeksi perkembangan perubahan iklim, menurut BMKG, masih akan berlangsung hingga periode tahun 2040 mendatang.

Benarkah akan berlangsung hingga 2040?

Menjawab pertanyaan itu, Kompas.com menghubungi Zadrach Ledoufij Dupe, pakar meteorologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), melalui sambungan telepon, Kamis (27/2/2020).

Zadrach mengatakan, turunnya intensitas curah hujan juga dipengaruhi oleh fenomena El Nino dan Dipole Mode dalam tahun tersebut. Inilah yang menyebabkan intensitas hujan dan waktu awal musim hujan tak selalu sama setiap tahun.

Untuk diketahui, El Nino adalah fenomena memanasnya suku muka laut di Samudra Pasifik bagian tengah hingga timur. Untuk wilayah Indonesia, dampak El Nino adalah kondisi kering dan berkurangnya curah hujan.

Sementara Dipole Mode (DM) merupakan fenomena mirip El Nino, tetapi kejadiannya di Samudra Hindia. Fenomena ini mengakibatkan perairan di sekitar Indonesia jauh lebih dingin dari biasanya dan menyebabkan tidak adanya penguapan.

Zadrach menjelaskan, ketika fenomena Dipole Mode muncul, udara di Indonesia bergerak turun ke bawah. Hal ini menyebabkan tidak ada pertumbuhan awan, curah hujan minim, dan udara kering bergerak sampai Australia yang menyebabkan kebakaran parah juga di sana.

Zadrach menceritakan, dirinya pernah membuat model untuk memprediksi munculnya fenomena El Nino yang berdampak untuk Indonesia.

"Itu dari El Nino 1997 yang sangat ekstrem. Nah, dari model yang saya buat, diprediksi kira-kira tahun 2032 akan muncul El Nino seperti itu lagi (yang mirip dengan El Nino 1997)," kata Zadrach.

Sebagai pengingat, El Nino 1997 tercatat sebagai fenomena terburuk yang dirasakan Indonesia dan beberapa negara di dunia.

Fenomena ini memicu kemarau panjang yang mengakibatkan kekeringan parah hingga kebakaran hutan di Indonesia, India, Afrika, dan Australia.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau