Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Baru Buktikan Virus Corona Bukan Hasil Rekayasa di Laboratorium

Kompas.com - 20/02/2020, 18:03 WIB
Amalia Zhahrina,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Banyaknya rumor beredar tentang virus corona Wuhan yang sengaja direkayasa. Para ilmuwan melawannya dengan sejumlah bukti yang ditulis dalam makalah yang diposting di forum daring ilmiah Virological.

Dalam makalah tersebut, para ilmuwan, termasuk ahli epidemiologi terkemuka W. Ian Lipkin dari Columbia University, Edward Holmes dari University of Sydney, dan Kristian Andersen dari Scripps Research mengatakan ada petunjuk genetik penting yang menunjukkan virus corona, atau SARS-CoV-2 tidak dibuat di laboratorium.

Dilansir dari South China Morning Post, Selasa (18/2/2020), para ilmuwan telah berulang kali berupaya untuk menghilangkan prasangka dan teori konspirasi tentang asal-usul virus corona.

Sebab, Senator AS juga mengatakan virus corona baru merupakan virus rekayasa.

Baca juga: Ada Virus Corona Kelelawar di Gorontalo dan Garut? Ini Penjelasan Ahli

Sebagian besar teori konspirasi menyebut virus itu muncul dari Institut Virologi Wuhan, di mana para peneliti membangun salah satu basis data terbesar terkait virus kelelawar di dunia.

Institusi ini pertama kali mengidentifikasi virus corona baru yang ditemukan pada kelelawar.

Konspirasi tersebut juga mendorong peneliti utama institut itu, Shi Zhengli mengklarifikasi dalam sebuah media sosial dan mengatakan ia bersumpah virus corona Wuhan sama sekali tidak berhubungan dengan laboratorium.

Penelitian yang diterbitkan pada Senin merupakan hal yang terbaru dari serangkaian analisis dan komentar dari para ilmuwan yang menunjukkan bukti virus itu adalah produk dari evolusi alami.

Baca juga: Update Virus Corona 19 Februari: 2.009 Meninggal, 75.213 Terinfeksi

Studi ini bergantung pada data urutan genom dari virus ini dan strain coronavirus yang dikenal untuk mengidentifikasi indikator kunci dalam evolusi struktur virus.

Para peneliti menemukan salah satu indikator itu, yang memengaruhi cara "lonjakan" virus berikatan dengan sel manusia akan bermutasi secara berbeda jika didasarkan pada model komputasi dan bukan evolusi alami.

“Lonjakan SARS-CoV-2 tampaknya merupakan hasil seleksi pada manusia atau ACE2 yang menyerupai manusia yang memungkinkan timbulnya solusi pengikatan optimal lainnya. Ini adalah bukti kuat SARS-CoV-2 bukan produk rekayasa genetika," tulis para peneliti.

Mereka juga menunjuk fitur unik pada "protein lonjakan" virus. Ini belum pernah terlihat sebelumnya dalam Betacoronaviruses keturunan B terkait, sebagai bukti lebih lanjut bahwa ini bukan ciptaan laboratorium.

Profesor Roy Hall dari University of Queensland, yang meneliti struktur protein virus dan tidak terlibat dalam penelitian ini, setuju dengan bukti para peneliti tentang fitur-fitur ini dan kesimpulan mereka.

Menurut dia, jika ini adalah virus hasil rekayasa genetika, peneliti akan mengambil virus yang diketahui menginfeksi manusia dan menyebabkan penyakit dan menggunakan struktur genetik yang sama.

"Tapi kami belum pernah melihat (fitur-fitur ini) sebelumnya, jadi mereka telah berevolusi secara alami, secara terpisah di alam. Tidak ada yang melihat mereka sebelumnya, sehingga mereka tidak akan direkayasa secara genetis seperti itu," kata Hall.

Menurut Hall, klaim virus corona adalah rekayasa tidak memiliki dasar yang jelas, sehingga ia mendukung para ilmuwan berdasarkan bukti yang ditunjukkan.

Baca juga: Gambar Virus Corona Wuhan Covid-19 Dirilis, Begini Penampakannya

Tim itu juga mengatakan jika virus itu dimanipulasi oleh para peneliti laboratorium, itu akan dibangun dari "tulang punggung virus yang sebelumnya digunakan". Namun, hal tersebut tidak terjadi.

Para peneliti menyarankan dua jalur yang memungkinkan untuk evolusi virus. Satu teori melibatkan virus yang berevolusi melalui seleksi alam melalui inang hewan sebelum melompat ke manusia.

Di sisi lain, nenek moyang virus melompat dari hewan ke manusia dan adaptasi selanjutnya terjadi dalam penularan dari manusia ke manusia sampai virus tersebut tumbuh cukup efisien, sehingga wabah dapat lepas landas.

Analisis dari ilmuwan lain juga menunjukkan bukti nyata evolusi alami.

Baca juga: Indonesia Masih Negatif Virus Corona, Benarkah Tak Mampu Deteksi?

Trevor Bedford, seorang peneliti di Fred Hutchinson Cancer Research Center yang berbasis di Seattle yang berfokus pada pemodelan penyebaran cepat dan evolusi virus juga sampai pada kesimpulan yang sama.

"Melihat distribusi mutasi, tampak bahwa perbedaan genetik dalam nCoV2019 konsisten dengan perbedaan yang diharapkan muncul selama evolusi alami," tulisnya dalam media sosial.

Tetapi para penulis makalah mengatakan ada beberapa contoh peneliti yang mendapatkan virus SARS dalam pengaturan laboratorium.

Menurut tim peneliti, meskipun bukti genom tidak mendukung gagasan bahwa SARS-CoV-2 adalah konstruksi laboratorium, saat ini tidak mungkin untuk membuktikan atau menyangkal teori-teori asal lain yang dijelaskan di sini.

"Tidak jelas apakah data masa depan akan membantu menyelesaikan masalah ini. Identifikasi sumber hewan terbaru akan menjadi kunci untuk memecahkan misteri tersebut," imbuh tim peneliti.

Ketika menyerukan perbaikan sistem respon penyakit menular China, Presiden Xi Jinping mengatakan peningkatan biosecurity telah menjadi prioritas nasional.

Bahkan, dinilai perlu untuk mempercepat undang-undang tentang biosecurity.

China memang memiliki wabah sindrom pernafasan akut yang parah, atau SARS karena kebocoran dari laboratorium pada tahun 2004. Akibatnya, satu orang tewas dan virus corona yang menyebar menginfeksi sembilan orang lainnya.

Baca juga: WHO Resmikan Nama Virus Corona Wuhan COVID-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau