KOMPAS.COM - Kanker payudara merupakan salah satu tipe kanker yang paling umum didiagnosis di Indonesia.
WHO mencatat, lebih dari 58.000 kasus baru kanker payudara dilaporkan pada 2018. Namun hanya 20 hingga 25 persen dari pasien kanker yang didiagnosis positif Human Epidermal Growth Factor Receptor 2 (HER2).
HER2 merupakan sebuah reseptor protein dalam sel normal maupun sel kanker.
Namun, pada penderita kanker payudara yang positif HER2, reseptor protein ini mengalami overekspresi atau kelebihan dalam produksinya, bahkan sepuluh kali lipat.
Oleh karena itu, obat yang dianjurkan bagi penderita positif HER2 adalah Trastuzumab. Obat ini berfungsi sebagai anti-HER2 yang dapat mengurangi pertumbuhan HER2 pada sel kanker.
Selain itu, Trastuzumab dikonsumsi untuk menambah survival atau hidup pasien selama 8,5 bulan.
Baca juga: Awas, Bungkus Makanan Panas Pakai Kantong Plastik Picu Kanker Payudara
"Dia bekerja dengan memblock HER2 protein yang berperan penting untuk pertumbuhan sel, yang tadinya selnya kena overekspresi, jadi berkurang..Obat anti-HER2 itu juga tidak bisa bekerja sendiri, harus ditemani sama kemoterapi," ungkap Ketua Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi, Dr. Walta Gautama ST, SpB(K) Onk.
Sayangnya, satu Trastuzumab memiliki harga kurang lebih Rp 21 juta dan dikonsumsi 18 kali dalam setahun, sehingga banyak pasien yang tidak mampu membiayai pengobatan tipe kanker ini.
Untuk mengatasi masalah ini, dua perusahaan farmasi global, Mylan dan PT Indofarma menemukan obat biosimilar Trastuzumab dengan nama produk Hertraz.
Biosimilar adalah obat dari organ biologi yang memiliki kemiripan sturuktur dan manfaat dengan obat sebelumnya yang sudah berada di pasaran.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.