Reaksi itu mulai berlangsung sekitar sejuta tahun silam dan memproduksi tekanan radiasi cukup kuat guna melawan tarikan gravitasi dirinya sendiri. Tekanan radiasi itu lebih kuat ketimbang yang diproduksi dari reaksi fusi termonuklir Hidrogen, sehingga Betelgeuse pun membengkak menjadi bintang maharaksasa.
Meski pancaran energinya hingga 150.000 kali lipat Matahari kita, ukuran jumbonya membuat temperatur fotosfera Betelgeuse lebih rendah, yakni hanya 3.600 Kelvin atau jauh di bawah Matahari kita yang temperaturnya 6.000 Kelvin.
Selain lebih "dingin", ciri khas Betelgeuse lainnya adalah berdenyut, yakni gemar mengembang dan mengempis secara teratur. Denyutan tersebut diekspresikan lewat perubahan kecerlangan yang normalnya bervariasi dari 0,0 hingga +1,3.
Pengamatan lebih lanjut menunjukkan perubahan itu bisa diinterpretasikan sebagai denyutan ukuran bintang, dalam wujud perubahan garis tengahnya. Saat lebih redup maka ukuran Betelgeuse lebih besar, demikian pula sebaliknya. Dapat pula diinterpretasikan lain sebagai terjadinya gangguan periodik dalam sel–sel konvektif di fotosfera, misalnya munculnya bintik bintang (starspot) raksasa.
Perubahan kecerlangan merupakan ciri khas lainnya bintang maharaksasa, yang mulai tak stabil hingga kelak akan berakhir pada peristiwa supernova.
Pada Betelgeuse, dengan massa masifnya (yakni antara 10 hingga 20 kali massa Matahari kita), kelak supernova akan membuatnya berkeping–keping, tapi sekaligus melahirkan satu bintang eksotik baru dari intinya dengan tetap mematuhi limit Chandrasekhar, yakni bintang neutron dengan massa ditaksir bakal sekitar 1,5 kali massa Matahari kita.
Berdasarkan data variasi kecerlangan Betelgeuse selama seperempat abad terakhir, bintang itu memiliki sedikitnya lima periode perubahan kecerlangan, yakni setiap 242 hari, 430 hari, 1.083 hari, 1.376 hari dan yang terakhir setiap 6,06 tahun.
Jika dua atau bahkan tiga periode perubahan kecerlangan tersebut bertemu pada satu masa yang sama, Betelgeuse akan sangat meredup.
Akan tetapi sepanjang 125 tahun terakhir, titik teredup yang pernah dicapai bintang Betelgeuse hanya pada kecerlangan +1,3. Tentu ada penyebab lain yang membuat kecerlangan Betelgeuse merosot hingga bertengger di kecerlangan +1,62.
Apakah anomali Betelgeuse akan berakhir dengan sebuah supernova, yang bakal menjadi supernova terdekat ke Bumi kita sekaligus supernova terkini dalam galaksi Bima Sakti sejak tahun 1604?
Para astronom tidak menihilkan kemungkinan itu meskipun peluangnya nampaknya kecil. Betelgeuse diprakirakan baru akan meledak hebat dalam 100.000 tahun kelak, namun tetap terbuka peluang mengalami supernova lebih dini.
Sebuah bintang maharaksasa merah yang kehabisan Helium akan mulai mengonsumsi Karbon. Begitu Karbon habis, giliran Neon yang dikonsumsi. Lalu berikutnya Oksigen dan akhirnya Silikon. Konsumsi Silikon dalam dapur fusi termonuklir akan menghasilkan Besi.
Dalam setiap fase reaksi termonuklir itu, ukuran Betelgeuse akan terus mengembang dengan produksi energi yang cenderung menurun, sehingga kecerlangannya akan terus menurun.
Manakala Besi sudah diproduksi, dapur fusi termonuklir Betelgeuse pun berhenti akibat kurangnya energi. Tekanan radiasi pun menghilang, sehingga tarikan gravitasi akibat dirinya sendiri tak lagi tertahan. Dengan sangat cepat bintang maharaksasa itu mengempis dan membakar hampir segenap bahan baku fusi yang masih dikandungnya.