Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Berlomba Ciptakan Vaksin Virus Corona, Akankah Berhasil?

Kompas.com - 29/01/2020, 17:03 WIB
Amalia Zhahrina,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.COM - Maraknya kasus virus corona Wuhan (2019-nCoV) membuat para ilmuwan berlomba-lomba untuk membuat vaksin guna mencegah penyakit baru tersebut.

Dr Barney Graham, Wakil Direktur Pusat Penelitian Vaksin di National Institute of Health (NIH), mendesak para ilmuwan pemerintah di China untuk berbagi susunan genetik virus sehingga timnya dapat mulai mengembangkan vaksin.

Dilansir dari New York Times (28/01/2020), pada 10 Januari, para ilmuwan China memposting informasi tersebut pada database publik.

Sementara, keesokan paginya, tim Dr Graham sudah berada di lab. Dalam beberapa jam, mereka telah menunjuk dengan tepat huruf-huruf kode genetik yang dapat digunakan untuk membuat vaksin.

Baca juga: Mana yang Lebih Berbahaya: Virus Corona Wuhan, SARS, atau MERS?

Para ilmuwan di Australia dan setidaknya tiga perusahaan, yaitu Johnson & Johnson, Moderna Therapeutics dan Inovio Pharmaceuticals juga mencoba membuat vaksin untuk menghentikan penyebaran penyakit.

"Semua orang berusaha bergerak secepat mungkin," kata Jacqueline Shea, kepala operasi di Inovio.

Namun, butuh waktu berbulan-bukan bahkan bertahun-tahun bagi para ilmuwan untuk membuat vaksin virus corona China. Sebuah vaksin juga harus menjalani pengujian ekstensif pada hewan dan manusia.

Dalam beberapa kasus, dibutuhkan waktu setidaknya satu tahun hingga vaksin tersedia untuk masyarakat luas.

Baca juga: WHO Akui Salah Nilai Risiko Virus Corona

"Mereka mungkin tidak membantu pada tahap awal wabah. Tetapi jika kita dapat mengembangkan vaksin tepat waktu, mereka akan menjadi aset nanti," kata Richard Hatchett, Kepala Koalisi Kesiapsiagaan Epidemi.

Dalam setiap wabah baru, para ilmuwan biasanya harus mulai dari awal. Setelah wabah SARS pada tahun 2003, butuh sekitar 20 bulan sejak genom virus untuk mendapatkan vaksin yang siap untuk uji coba manusia.

Saat epidemi yang disebabkan oleh virus Zika terjadi pada tahun 2015, para peneliti telah mempercepat waktu hingga enam bulan.

Oleh karena itu, kini mereka berupaya akan memotong waktu menjadi dua bulan untuk membuat vaksin virus corona Wuhan.

Tim Dr Graham mulai bekerja memeriksa urutan dan membandingkannya dengan apa yang sudah mereka miliki untuk SARS dan MERS. Mereka ingin fokus pada protein lonjakan, yang membentuk mahkota virus corona dan mengenali reseptor, atau titik masuk pada sel inang.

"Jika Anda dapat memblokir protein lonjakan dari pengikatan ke sel, maka Anda telah secara efektif mencegah infeksi," kata Kizzmekia Corbett, pemimpin ilmiah untuk tim virus corona.

Baca juga: [REAL TIME - LIVE] - Pantau Sebaran Virus Corona di Sini

Dr Corbett dan yang lainnya telah mempelajari protein lonjakan pada virus SARS dan MERS secara rinci, menggunakannya untuk mengembangkan vaksin eksperimental.

Vaksin tidak pernah berhasil dipasarkan karena SARS berhasil diatasi dengan langkah-langkah kesehatan masyarakat sebelum vaksin siap. Percobaan awal manusia untuk vaksin MERS menunjukkan keberhasilan pada Januari 2018.

Tetapi para ilmuwan memiliki metode untuk mengembangkan vaksin yang dapat membantu mereka mempercepat produksi untuk virus corona baru. Mereka menggunakan template untuk vaksin SARS dan menukar kode genetik yang cukup yang akan membuatnya bekerja untuk virus baru.

"Saya menyebutnya plug and play," kata Dr. Corbett.

Pengguna jalan mengenakan masker melintas di jalanan Hong Kong di tengah masa liburan Tahun Baru Imlek pada 27 Januari 2020. Saat ini, China tengah dihantam virus corona yang sudah membunuh lebih dari 100 orang.AFP/ANTHONY WALLACE Pengguna jalan mengenakan masker melintas di jalanan Hong Kong di tengah masa liburan Tahun Baru Imlek pada 27 Januari 2020. Saat ini, China tengah dihantam virus corona yang sudah membunuh lebih dari 100 orang.

Dalam beberapa jam, Dr Corbett dapat menyiapkan urutan modifikasi yang dibutuhkan oleh para peneliti. Pada hari Selasa, 14 Januari, tim mengadakan panggilan konferensi untuk membahas langkah-langkah selanjutnya dengan kolaborator di laboratorium di seluruh negeri dan mengirim urutan ke Moderna.

Para ilmuwan berencana untuk menggunakan informasi genetik untuk membuat RNA messenger sintetis, yang membawa instruksi untuk mesin pembuat protein sel.

Teknologi ini akan membantu menginduksi tingkat antibodi yang tinggi yang dapat mengidentifikasi protein lonjakan serta melawan infeksi.

Dr Corbett mengatakan bahwa begitu Moderna memproduksi RNA messenger dalam beberapa minggu, NIH akan menjalankan lebih banyak tes.

Baca juga: Hanya dengan Daya Tahan Tubuh Bagus, Bisakah Kita Sembuh dari Virus Corona?

Setelah itu, kolaborator di laboratorium akademik akan menguji vaksin pada tikus yang terinfeksi virus dan memeriksa sampel darah dari hewan tersebut untuk melihat seberapa baik vaksin eksperimental bekerja.

Anthony Fauci, Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular di NIH mengatakan ia mengharapkan penelitian vaksin bisa bergerak cepat.

"Jika kita tidak mengalami hambatan yang tidak terduga, kita akan bisa menjalankan uji coba Fase 1 dalam tiga bulan ke depan, yang akan menjadi rekor kecepatan," katanya.

Sementara itu, peneliti lain menggunakan metode yang berbeda untuk mengembangkan vaksin mereka.

Baca juga: Terobosan Signifikan, Ahli Duplikat Virus Corona untuk Tangani Wabah

Inovio, yang juga mengembangkan vaksin untuk MERS, menggunakan teknologi berbasis DNA. Sedangkan Johnson & Johnson memberikan vaksin melalui adenovirus - yang dapat menyebabkan gejala seperti pilek tetapi tidak berbahaya.

Para peneliti di Universitas Queensland juga sedang menguji partikel yang meniru struktur virus.

“Kami tidak tahu pendekatan vaksin mana yang akan berhasil pada tahap ini, jadi kami harus mencoba segalanya dalam gudang senjata kami,” kata Dr Gregory Poland, pakar vaksin di Mayo Clinic di Rochester, Minnesota.

Paul Stoffels, Kepala Petugas Ilmiah Johnson & Johnson, memperkirakan diperlukan delapan hingga 12 bulan sebelum vaksin perusahaannya mencapai uji klinis pada manusia.

"Anda harus berani dan Anda harus menjadi perusahaan yang kuat untuk melakukan ini, karena tidak ada insentif nyata untuk melakukan ini, tidak ada insentif keuangan," katanya.

Baca juga: Dampak Virus Corona, Wuhan Dijuluki Kota Zombi dan Diisolasi

Stéphane Bancel, Kepala Eksekutif Moderna, mengatakan vaksin diperlukan bahkan jika wabah berkurang. Karena wabah bisa jadi akan kembali. 

Para ahli percaya bahwa frekuensi wabah akan meningkat karena perubahan iklim, urbanisasi dan perjalanan global, serta beberapa faktor lainnya.

“Kita mungkin perlu mulai berpikir tentang menempatkan infrastruktur khusus untuk infeksi virus corona dengan cara yang sama dengan yang kita miliki untuk flu,” kata Dr. Peter Hotez, yang merupakan co-direktur Pusat Pengembangan Vaksin Anak Rumah Sakit Texas dan terlibat dalam produksi vaksin SARS.

Menurutnya, deteksi dan pemantauan infeksi serta pengembangan vaksin akan menempatkan kebijakan asuransi untuk wabah di masa depan.

"Kami baru mulai menyadari bahwa kekuatan vaksin jauh melampaui kesehatan masyarakat,” tutup Dr Peter.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau