Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/01/2020, 17:33 WIB
Amalia Zhahrina,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mengakui ada kesalahan dalam penilaian risiko virus mematikan China pada Senin, 27 Januari 2020.

Kesalahan ini ditemukan dalam catatan kaki pada laporan hari Kamis, Jumat, dan Sabtu lalu. WHO menilai bahwa risiko global akibat virus corona di China tergolong sedang.

Sedangkan pada Minggu malam, dalam laporan situasi, badan PBB yang berbasis di Jenewa tersebut mengatakan bahwa risiko yang disebabkan virus corona sangat tinggi di China, tinggi di tingkat regional, dan tinggi di tingkat global.

Baca juga: Dampak Virus Corona, Wuhan Dijuluki Kota Zombie dan Diisolasi

Namun, koreksi penilaian risiko global bukan berarti keadaan darurat kesehatan internasional telah diumumkan.

Pada hari Kamis, WHO berhenti menyatakan virus corona baru sebagai "darurat kesehatan masyarakat" yang menjadi perhatian internasional. Itu merupakan suatu penunjukan langka yang hanya digunakan untuk wabah terburuk yang akan memicu tindakan global.

Virus corona jenis baru ini pertama kali diidentifikasi di kota Wuhan, China, pada 31 Desember, yang telah menginfeksi lebih dari 4.193 orang di seluruh dunia. Dilansir dari ScienceAlert (28/1/2020), terhitung sebanyak 106 orang meninggal dunia di China.

Kesalahan WHO dinilai "cukup besar"

Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus sedang mengunjungi China minggu ini untuk membahas cara-cara mengatasi wabah.

Menurut dia, darurat kesehatan masyarakat atau penunjukan langka tersebut dapat diubah setiap saat.

"Ini darurat di China, tetapi belum menjadi darurat kesehatan global. Ini mungkin belum menjadi satu," katanya.

Ia juga menegaskan, WHO kini telah menilai bahwa risiko dari wabah virus jenis baru tersebut sangat tinggi di China, regional, dan global.

Petugas medis berada di pintu masuk ruang isolasi penyakit menular tempat dirawatnya wisatawan berkewarganegaraan China yang diduga terjangkit Virus Corona di RSUD Provinsi NTB di Mataram, Selasa (28/1/2020). Saat ini pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi NTB masih melakukan pengawasan dan isolasi terhadap seorang bayi berusia 1,5 tahun asal Hainan, China yang berlibur bersama keluarganya ke Lombok dan mengalami sakit dengan gejala panas dan susah menelan serta demam mencapai 38 derajat celsius. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/aww.ANTARA FOTO/AHMAD SUBAIDI Petugas medis berada di pintu masuk ruang isolasi penyakit menular tempat dirawatnya wisatawan berkewarganegaraan China yang diduga terjangkit Virus Corona di RSUD Provinsi NTB di Mataram, Selasa (28/1/2020). Saat ini pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi NTB masih melakukan pengawasan dan isolasi terhadap seorang bayi berusia 1,5 tahun asal Hainan, China yang berlibur bersama keluarganya ke Lombok dan mengalami sakit dengan gejala panas dan susah menelan serta demam mencapai 38 derajat celsius. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/aww.

Kategori yang digunakan WHO untuk mengevaluasi risiko global mencakup tingkat keparahan, penyebaran, dan kapasitas untuk mengatasinya.

Baca juga: Apakah Anda Suspek Virus Corona? Ini Indikasinya

Susunan kata yang tepat

Kritikus telah beberapa kali mengkritik susunan kata dan pendekatan yang dilakukan oleh WHO terhadap kasus wabah.

Penggunaan istilah yang lambat atau terlalu terburu-buru pertama kali digunakan untuk pandemi flu babi H1N1 2009 yang mematikan.

Selama wabah itu, WHO dikritik karena memicu kepanikan untuk membeli vaksin dengan pengumuman bahwa tahun itu wabah telah mencapai proporsi pandemik.

Pada 2014, WHO juga mendapat kritik keras karena mengecilkan parahnya epidemi Ebola yang menghancurkan tiga negara Afrika Barat, dan mengklaim lebih dari 11.300 jiwa pada saat itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com