Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pentingnya Upaya Mitigasi Konflik Manusia dan Satwa di Indonesia

Kompas.com - 27/01/2020, 18:02 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis

KOMPAS.com – Di beberapa wilayah Indonesia, konflik manusia dengan satwa liar kerap terjadi terutama di desa-desa yang berbatasan langsung dengan hutan.

Konflik tersebut terjadi akibat perubahan hutan menjadi kawasan produktif seperti pemukiman, pertanian, perkebunan, dan industri kehutanan. Hal itu menyebabkan berkurangnya kantung populasi dan mempersempit luasan area jelajah satwa liar.

Konflik juga terjadi akibat perburuan berlebihan terhadap satwa mangsa harimau, serta sistem peternakan tanpa pengandangan sehingga satwa dalam area konservasi mendatangi pemukiman.

Konflik satwa cukup kompleks, karena melibatkan keselamatan warga di sekitar perbatasan serta eksistensi hewan yang dilindungi. Provinsi Aceh misalnya, memiliki data konflik satwa dengan tiga hewan critically endangered (terancam punah) yaitu gajah Sumatera, harimau Sumatera, dan orangutan Sumatera.

Baca juga: Konflik Satwa, Penyebab Kematian Gajah Tertinggi di Aceh

Konflik manusia dengan satwa juga tak jarang berakhir dengan kematian satwa liar itu sendiri. Di Provinsi Aceh, 74 persen penyebab kematian gajah adalah konflik dengan manusia.

“Pemerintah, NGO, BKSDA berbondong-bondong menanggulangi permasalahan ini. Oleh karena itu sebagai upaya mitigasi, masyarakat harus dibangun kapasitas untuk menjadi desa mandiri terhadap konflik satwa,” tutur Kepala Seksi Wilayah II BKSDA Provinsi Aceh, Hadi Sofyan dalam diskusi yang digelar di Conservation Rescue Unit (CRU) Trumon, Aceh Selatan, Kamis (23/1/2020).

Penanggulangan konflik

Dinyatakan sebagai penyebab kematian satwa liar tertinggi di Aceh, konflik satwa tidak bisa dianggap sebelah mata. Oleh karena itu, butuh kerja sama dari berbagai pihak untuk menanggulangi konflik tersebut.

Sejauh ini, pemerintah melalui BKSDA bekerja sama dengan Taman Nasional Gunung Leuser dan beberapa LSM telah melakukan beberapa penanggulangan terhadap konflik satwa.

“Untuk gajah, kami punya Conservation Rescue Unit (CRU). Saat ini ada 7 CRU yang tersebar di Provinsi Aceh, salah satunya Trumon. Kami mengumpulkan gajah untuk dijinakkan dan diajarkan untuk mengusir kawanannya jauh dari pemukiman,” papar Hady.

Baca juga: Mengapa Satwa Langka Rentan Punah? Genetika Jelaskan

Selain CRU, penanggulangan lainnya adalah penyesuaian komoditi. Warga dihimbau untuk menanam tanaman atau komoditi yang tidak disukai oleh gajah.

“Kemudian ada GPS Collar, pemasangan GPS pada tubuh gajah. Ini lebih untuk early warning. Saat ini ada 4 GPS Collar yang terpasang pada tubuh gajah yaitu di Pidie, Aceh Timur, dan Aceh Tenggara,” tutur Hady.

Lalu bagaimana dengan penanggulangan konflik dengan harimau Sumatera? Tantangan terhadap harimau bisa dikerucutkan menjadi tiga hal yaitu perburuan, deforestasi, dan fragmentasi habitat akibat lahan yang tidak memperhatikan aspek konservasi.

“Sejauh ini upaya konservasi harimau Sumatera melalui pawang harimau, Sumatran Wide Tiger Survey (SWTS), dan lain-lain,” tambahnya.

Masyarakat Desa Mandiri (MDM)

Upaya mitigasi konflik manusia dan satwa dilakukan oleh berbagai pihak. Di Provinsi Aceh, USAID LESTARI mendukung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta BKSDA Provinsi Aceh dan WCS-IP lewat program Masyarakat Desa Mandiri (MDM).

MDM di Aceh dilakukan dalam upaya penanganan konflik manusia dan satwa liar yaitu orangutan, gajah, harimau, dan beruang. MDM bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kapasitass masyarakat dalam menangani konflik dengan satwa liar secara mandiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com