Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pentingnya Upaya Mitigasi Konflik Manusia dan Satwa di Indonesia

Kompas.com - 27/01/2020, 18:02 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis

Sejak 2016, MDM telah terbentuk di 7 desa rawan konflik manusia dan satwa di kawasan Leuser, dua di antaranya adalah Desa Batu Napal dan Desa Panton Luas.

MDM di Desa Batu Napal

Kompas.com bersama BKSDA Provinsi Aceh dan USAID LESTARI mengunjungi Desa Batu Napal di Kecamatan Sultan Daulat, Aceh Selatan. Sebuah desa dengan 124 KK yang terletak di pinggir jalur pantai barat selatan Aceh, menghubungkan Banda Aceh dengan Medan.

Sebelum tahun 1980, desa ini masih merupakan hutan belantara. Pada 1981, warga mulai membuka ladang dan satu tahun setelahnya desa ini mulai dijadikan tempat tinggal.

Semenjak dijadikan pemukiman, konflik mulai terjadi dengan gajah kemudian orangutan.

“Tahun 2014 saya ingat betul, ada enam gajah dalam satu kelompok. Mereka datang sampai situ (belakang rumah). Kami belum tahu bagaimana cara mengusirnya, nggak berani ngusir. Waktu gajahnya pergi baru kami lapor ke BKSDA. Tiga hektar ladang habis oleh gajah itu,” tutur Fajar, Kepala Desa Batu Napal saat diskusi bersama Kompas.com, Jumat (24/1/2020).

Semenjak itu, lanjutnya, gajah datang setiap tahun. Beberapa tanaman yang diincar gajah antara lain sawit, padi, dan pisang.

Gubuk warga yang dirusak oleh satwa liarDOK. WCS-IP Gubuk warga yang dirusak oleh satwa liar

Pada 2016, Masyarakat Desa Mandiri (MDM) di Desa Batu Napal terbentuk lewat Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Sepakat Bersama. Pada tahun yang sama, KSM Sepakat Bersama yang beranggotakan 24 orang diberikan edukasi mengenai cara mengatasi dan menghalau datangnya gajah tanpa menyakiti satwa terancam punah tersebut.

Beberapa upaya mitigasi konflik satwa tersebut antara lain pelatihan pembuatan alat mitigasi berupa jeduman paralon, edukasi perilaku gajah, dan teknik penghalauan gajah.

Petugas BKSDA Provinsi Aceh serta anggota Wildlife Conservation Society (WCS-IP) turun tangan langsung dalam upaya-upaya mitigasi tersebut.

“Sejak ada informasi dari masyarakat, kami dari BKSDA dan WCS-IP turun ke lokasi untuk merespon kejadian,” tutur Sukardi, Leader Wildlife Respon Unit (WRU) kepada Kompas.com, Jumat (24/1/2020).

Hal pertama yang dilakukan, lanjut Sukardi, adalah sosialisasi terhadap masyarakat terkait mitigasi konflik satwa liar. Di Desa Batu Napal, sosialisasi dilakukan terkait gajah.

“Setelah itu kami lakukan pendekatan ke masyarakat untuk menggali permasalahan di desa. Terkait sejarah desa, kalender musim, kalender harian melalui metode PRA (Parcipatory Rural Appraisal) dan RRA (Rapid Rural Appraisal),” lanjut ia.

Patroli malam di sekitar Desa Batu Napal, Aceh SelatanDOK. WCS-IP Patroli malam di sekitar Desa Batu Napal, Aceh Selatan

Teknik-teknik yang telah diajarkan seperti pembuatan jeduman paralon, edukasi perilaku gajah, dan teknik penghalauan gajah kemudian dipraktikkan langsung oleh masyarakat setempat.

Akhir tahun 2017, gajah tidak lagi berkeliaran di sekitar Desa Batu Napal. Terhitung satu tahun setelahnya, tidak ada lagi konflik warga Desa Batu Napal dengan gajah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com