KOMPAS.com – Sejak pertama kali digaungkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) 30 tahun lalu, tepatnya tahun 1988, isu krisis iklim belum juga tuntas, bahkan belum mengarah kepada perbaikan yang signifikan.
Dekade ini, 2010 hingga 2019, tercatat sebagai dekade dengan rentetan rekor buruk untuk semua isu yang terkait dengan krisis ilkim, seperti bencana alam hingga masalah sosial, politik, dan ekonomi.
Namun, kabar baiknya, dekade ini juga dicatat sebagai era di mana kesadaran publik akan bahaya krisis iklim menguat ditandai dengan bertambahnya sorotan media, aksi besar-besaran di berbagai belahan dunia, termasuk gerakan Friday for Future yang dipelopori Greta Thunberg.
Gerakan tersebut dilakukan oleh para siswa dengan target tuntutan para pemimpin negerinya untuk sadar atas dampak krisis iklim dan yang melatarbelakanginya.
Untuk tahu lebih lanjut soal isu tersebut, berikut rangkuman persitiwa seputar perubahan iklim yang terjadi dalam satu dekade terakhir, mulai dari bencana besar hingga berbagai agenda pemerintah dunia yang mencoba mengatasi masalah ini.
Baca juga: Cuaca dan Iklim Sepanjang 2019, Catatan soal Kemarau yang Lebih Panjang...
The Guardian mencatat bahwa tahun 2010 menjadi tahun dengan cuaca terekstrem sejak letusan Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat pada 1816.
Akibatnya, muncul berbagai fenomena abnormal, seperti tahun terpanas, terdingin, dan di berbagai tempat, terkering dalam sejarah. Laporan tersebut juga menyebut 19 negara mengalami rekor terpanasnya sepanjang masa.
National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dalam Global Climate Report Annual 2017 mencatat, suhu rata-rata tahun ini sebesar 0,70 derajat Celsius, tertinggi sejak 1880.
Ilmuan dari NOAA dalam Climate Gov menyebut tahun 2011 memecahkan rekor cuaca ekstrem di seluruh dunia. Akibatnya, terjadi kekeringan hebat di wilayah Tanduk Afrika hingga hujan lebat yang mengakibatkan banjir mematikan di sejumlah tempat, seperti Thailand, Filipina, hingga Kolombia.
Dengan terus memburuknya iklim, tahun ini cuaca abnormal mulai disebut “normal”. “Kenormalan” tersebut ditandai dengan rekor naiknya suhu, banjir, kekeringan, badai Sandy, topan Bopha, dan menyusutnya laut es Arktik.
Baca juga: Bagaimana Prediksi Iklim Tahun 2020? Ini Kata BMKG
Di tempat lain, fotografer James Balog mengabadikan mencairnya gletser di Jakobshavn, Greenland melalui film Chasing Ice (2012). Dalam film dokumenter tersebut, terlihat 7,4 kilometer kubik gletser mencair.
The Guardian melaporkan untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia konsentrasi gas rumah kaca yang ada di atmosfer melebihi batas peringatan, yaitu 400 parts per million (ppm). Terakhir kali gas rumah kaca punya nilai sebesar ini terjadi jutaan tahun yang lalu kala Arktik belum dipenuhi es dan Gurun Sahara masih berupa sabana.
Selain itu, IPCC juga menegaskan perubahan iklim tak pelak terjadi berkat ulah manusia. Di kesempatan lain, Sekjen PBB Ban Ki-moon menyerukan pemimpin dunia untuk bertemu dan merumuskan aturan untuk menurunkan emisi.
The Guardian mengutip World Meteorological Organisation (WMO) melaporkan, enam minggu pertama tahun 2014 terlihat tidak biasa dengan panas, dingin, dan hujan yang ekstrem di berbagai penjuru dunia. Akibatnya, banyak permasalahan terjadi pada produksi makanan, transportasi, hingga sumber energi.
Baca juga: Akibat Pemanasan Global, 700 Lautan di Dunia Kekurangan Oksigen
Laporan tersebut juga menyebut laut Arktik semakin panas dengan anomali temperatur di atas 10 derajat Celsius di laut Barents dan Okhotsk bila dibandingkan dengan tahun 1981-2010.