Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catatan Krisis Iklim dalam Satu Dekade Terakhir

Kompas.com - 02/01/2020, 07:02 WIB
Inang Sh ,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Sejak pertama kali digaungkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) 30 tahun lalu, tepatnya tahun 1988, isu krisis iklim belum juga tuntas, bahkan belum mengarah kepada perbaikan yang signifikan.

Dekade ini, 2010 hingga 2019, tercatat sebagai dekade dengan rentetan rekor buruk untuk semua isu yang terkait dengan krisis ilkim, seperti bencana alam hingga masalah sosial, politik, dan ekonomi.

Namun, kabar baiknya, dekade ini juga dicatat sebagai era di mana kesadaran publik akan bahaya krisis iklim menguat ditandai dengan bertambahnya sorotan media, aksi besar-besaran di berbagai belahan dunia, termasuk gerakan Friday for Future yang dipelopori Greta Thunberg.

Gerakan tersebut dilakukan oleh para siswa dengan target tuntutan para pemimpin negerinya untuk sadar atas dampak krisis iklim dan yang melatarbelakanginya.

Untuk tahu lebih lanjut soal isu tersebut, berikut rangkuman persitiwa seputar perubahan iklim yang terjadi dalam satu dekade terakhir, mulai dari bencana besar hingga berbagai agenda pemerintah dunia yang mencoba mengatasi masalah ini.

Baca juga: Cuaca dan Iklim Sepanjang 2019, Catatan soal Kemarau yang Lebih Panjang...

2010

The Guardian mencatat bahwa tahun 2010 menjadi tahun dengan cuaca terekstrem sejak letusan Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat pada 1816.

Akibatnya, muncul berbagai fenomena abnormal, seperti tahun terpanas, terdingin, dan di berbagai tempat, terkering dalam sejarah. Laporan tersebut juga menyebut 19 negara mengalami rekor terpanasnya sepanjang masa.

National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dalam Global Climate Report Annual 2017 mencatat, suhu rata-rata tahun ini sebesar 0,70 derajat Celsius, tertinggi sejak 1880.

2011

Ilmuan dari NOAA dalam Climate Gov menyebut tahun 2011 memecahkan rekor cuaca ekstrem di seluruh dunia. Akibatnya, terjadi kekeringan hebat di wilayah Tanduk Afrika hingga hujan lebat yang mengakibatkan banjir mematikan di sejumlah tempat, seperti Thailand, Filipina, hingga Kolombia.


2012

Dengan terus memburuknya iklim, tahun ini cuaca abnormal mulai disebut “normal”. “Kenormalan” tersebut ditandai dengan rekor naiknya suhu, banjir, kekeringan, badai Sandy, topan Bopha, dan menyusutnya laut es Arktik.

Baca juga: Bagaimana Prediksi Iklim Tahun 2020? Ini Kata BMKG

Di tempat lain, fotografer James Balog mengabadikan mencairnya gletser di Jakobshavn, Greenland melalui film Chasing Ice (2012). Dalam film dokumenter tersebut, terlihat 7,4 kilometer kubik gletser mencair.

2013

The Guardian melaporkan untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia konsentrasi gas rumah kaca yang ada di atmosfer melebihi batas peringatan, yaitu 400 parts per million (ppm). Terakhir kali gas rumah kaca punya nilai sebesar ini terjadi jutaan tahun yang lalu kala Arktik belum dipenuhi es dan Gurun Sahara masih berupa sabana.

Selain itu, IPCC juga menegaskan perubahan iklim tak pelak terjadi berkat ulah manusia. Di kesempatan lain, Sekjen PBB Ban Ki-moon menyerukan pemimpin dunia untuk bertemu dan merumuskan aturan untuk menurunkan emisi.

2014

The Guardian mengutip World Meteorological Organisation (WMO) melaporkan, enam minggu pertama tahun 2014 terlihat tidak biasa dengan panas, dingin, dan hujan yang ekstrem di berbagai penjuru dunia. Akibatnya, banyak permasalahan terjadi pada produksi makanan, transportasi, hingga sumber energi.

Baca juga: Akibat Pemanasan Global, 700 Lautan di Dunia Kekurangan Oksigen

Laporan tersebut juga menyebut laut Arktik semakin panas dengan anomali temperatur di atas 10 derajat Celsius di laut Barents dan Okhotsk bila dibandingkan dengan tahun 1981-2010.

2015

Para pemimpin dunia dari 196 negara akhirnya berkumpul untuk membahas krisis iklim. Pertemuan yang disebut Perjanjian Paris tersebut menyepakati rumusan untuk mencegah kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 2 derajat Celsius dan berusaha membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celsius.

Untuk itu, tiap Negara pun diminta untuk memastikan, merencanakan, dan melaporkan secara berkala agendanya untuk mendukung mitigasi krisis iklim.

2016

Beberapa negara yang meratifikasi Perjanjian Paris memulai langkah besar dengan membangun instalasi energi bersih. Namun, pemanasan global terus berjalan dan mengakibatkan kebakaran liar di Amerika Serikat, hujan ektrem di China, hingga kekeringan di Afrika Selatan.

Baca juga: Perubahan Iklim Bikin Ukuran Burung Kian Menyusut

Tak hanya itu, Karang Penghalang Besar di Australia juga dilaporkan sekarat dengan pemutihan karang akibat memanasnya air laut. Keadaan ini disebut akan merusak ekosistem perikanan dan memperburuk risiko gelombang air laut, badai, hingga pencemaran laut.

2017

Selama tahun ini, rata-rata suhu global tanah dan permukaan air laut berada pada 0.84 derajat Celsius, atau ketiga terpanas di belakang tahun 2016 di urutan pertama dan 2015 di posisi kedua.

Akibatnya, satu triliun ton gunung es di Antartika meleleh dan berkontribusi pada banjir besar mematikan di Filipina, Vietnam, Yunani, hingga Jerman.

Keadaan ini diperparah dengan Amerika Serikat yang menarik diri dari Perjanjian Paris.

2018

IPCC melaporkan dampak yang akan terjadi jika bumi memanas dengan 2 derajat Celsius dibandingkan masa pra-industri akan jauh lebih besar ketimbang bumi yang memanas 1,5 derajat Celsius.

Baca juga: 11.000 Ilmuwan Sepakat, Perubahan Iklim Sudah Darurat dan Global

Bila suhu memans 2 derajat Celsius, krisis iklim akan didorong pada kondisi ektrem yang belum pernah dialami manusia sebelumnya.

Selain itu, permukaan air laut akan naik sebesar 10 centimeter dan akan berdampak pada 10 juta manusia dan memicu kepunahan masal pada spesies tertentu.

2019

The Guardian melaporkan 15 musibah seperti banjir, kekeringan, dan kebakaran liar yang terjadi selama tahun ini menelan kerugian sebesar 1 miliar dollar AS.

Selain itu, banjir di Argentina dan Uruguay memaksa 11.000 orang meninggalkan rumahnya. Di Afrika, siklon Idai menelan korban jiwa sebanyak 1.300 orang dari Zimbabwe, Mozambik, dan Malawi. Di Brazil, hutan Amazon terbakar sepanjang tahun dan menghanguskan 14 juta hektar lahan.

Baca juga: Terburuk sejak 2015, Karhutla Ancam Orangutan hingga Perburuk Perubahan Iklim Dunia

Sementara itu, acara U.N. Climate Action Summit (23/9/2019) diwarnai “drama” di mana aktivis cilik Greta Thunberg mendesak para pemimpin dunia untuk serius menangani krisis iklim.

“Kita (sedang) berada di ujung kepunahan masal, tapi yang kalian (terus) bicarakan hanya uang dan dongeng tentang pertumbuhan ekonomi. Berani-beraninya kalian!” tegas Greta kesal.

Kini, kita semua berhadapan dengan tahun yang baru, 2020. Dampak apa yang akan terjadi pada tahun ini sebagai pengaruh rentetan kejadian satu dekade tersebut? 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com