"Makanya masih banyak yang sangat mengandalkan sendang," ujarnya.
Nashikun menceritakan, ia sendiri memiliki anak yang terkena penyakit gagal ginjal saat masih balita dan dikatakan dokter hal itu karena kekurangan air minum.
Selain itu, seorang nenek bernama Dariyem harus menuruni jalanan curam dengan tubuh renta, sembari membawa kendi yang berisikan kurang lebih 20 liter air agar dapat memenuhi kebutuhan minum, masak, dan cuci piring.
Warga setempat, khususnya ibu-ibu, lebih banyak menghabiskan waktu untuk naik turun jalanan curam setiap hari demi mengangkut air. Hal ini membuat para ibu sulit melakukan pekerjaan lain.
Namun, sekarang (setelah akses air mudah) banyak ibu-ibu yang bisa ikut bekerja dan menambah penghasilan mereka sendiri di rumahnya.
Pemerintah telah membentuk Pamsimas di Desa Pulutan itu sendiri pada tahun 2010 yang lalu. Namun, dalam pelaksanaannya masyarakat desa setempat terkendala dengan pendanaan.
Nashikun menjelaskan, saat pertama kali Pamsimas hadir ke desanya, mereka membangun fasilitas penampungan air yang dilengkapi mesin pompa agar mudah mengalirkan air ke rumah warga.
Namun, ada dua kendala utama yang masih dirasakan warga setempat dalam memperoleh air bersih.
Pertama, masyarakat harus bergantian atau bergiliran untuk mendapatkan jatah aliran air.
Giliran yang dilakukan karena fasilitas penampungan yang ada tidak mencukupi untuk dapat dapat mengalirkan kepada 400 saluran rumah sekaligus, tetapi setidaknya hanya 200 saluran rumah dan itu tidak bisa terjadi selama 24 jam.
Kedua, ketua kelompok Pamsimas haru menggadaikan sertifikat tanahnya sebagai agunan untuk meminjam uang kepada bank, dan masyarakat harus menebusnya bersama.
Untuk diketahui bahwa dana Pamsimas hanya ditanggung oleh pemerintah sebesar 70 persen, sisanya merupakan dana yang dibebankan kepada desa atau masyarakat setempat pengelola fasilitas.
Hal tersebut dimaksudkan pemerintah agar ada rasa tanggung jawab kepemilikan oleh warga dalam merawat dan menjaga fasilitas yang ada.
Jadi operasional dan perawatan dikembalikan kepada kesepakatan desa setempat mengenai apakah akan mengalokasikan dana desa seluruhnya ataukah sistem iuran bagi warga pengguna fasilitas tersebut.
Sementara pergadaian sertifikat tanah yang dilakukan itu tidak lain untuk melakukan peminjaman kepada bank.