Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Desa Pulutan Terletak di Jawa, Kok Bisa Kurang Air Bersih?

Kompas.com - 20/12/2019, 09:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Permasalahan air bersih masih menjadi tantangan di berbagai daerah di Indonesia.

Bukan hanya saat musim kemarau, air jadi sulit didapat. Ketika musim hujan sekalipun, beberapa daerah di Indonesia airnya keruh.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, capaian akses air bersih yang layak di Indonesia baru mencapai 73,58 persen.

Salah satu desa yang sulit memperoleh akses air bersih adalah Desa Pulutan, Kabupaten Boyolali, Jawa Timur.

Baca juga: Kaya akan Karst, Kenapa Pacitan Kekurangan Air Bersih?

Secara geografis, lokasi Desa Pulutan letaknya tak begitu jauh dari perkotaan. Daerah ini pun tidak berada di perbukitan gersang.

Lantas mengapa Desa Pulutan bisa kekurangan air?

Perwakilan Kelompok SPAM Perdesaan atau lebih dikenal dengan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas), Nashikun menceritakan, masyarakat desa mengandalkan sumber air bersih mereka dengan air di sendang atau kali di bawah jurang dan air dari sumur galian.

Mereka bisa mengambil air dengan menempuh jalanan yang curam karena seperti jurang dengan membawa kendi atau disebut jun oleh warga lokal.

Ibu-ibu setempat dalam sehari bisa bolak-balik ke sendang sampai empat kali untuk memenuhi kebutuhan air, baik untuk masak, minum, mandi, ataupun mencuci.

"Bahkan, kalau ada yang punya bayi. Sambil gendong bayi, sambil bawa jun ambil air ke sendang," kata Nashikun dalam acara Inovasi Danone-AQUA bersama Water.org Sukses Alirkan Air Bersih ke Lebih Dari 54.000 Masyarakat Indonesia, Jakarta, Rabu (18/12/2019).

Sementara sumur galian hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki keuangan baik di desa tersebut. Hal itu kata Nashikun karena pembuatan sumur galian bisa menghabiskan minimal Rp 5 juta per sumur galian.

Sumur galian juga setidaknya perlu digali dengan minimal kedalaman 15-25 meter per lubang.

Ironisnya, saat musim kemarau sumur galian tersebut kering. Jikapun ada air, sangat sulit dijangkau.

Sementara untuk musim hujan, air yang ditampung berwarna keruh.

Ini disebabkan oleh adanya pencampuran resapan air dengan aliran air lainnya di dalam sumur tersebut.

"Makanya masih banyak yang sangat mengandalkan sendang," ujarnya.

Dampak kekurangan air

Nashikun menceritakan, ia sendiri memiliki anak yang terkena penyakit gagal ginjal saat masih balita dan dikatakan dokter hal itu karena kekurangan air minum.

Selain itu, seorang nenek bernama Dariyem harus menuruni jalanan curam dengan tubuh renta, sembari membawa kendi yang berisikan kurang lebih 20 liter air agar dapat memenuhi kebutuhan minum, masak, dan cuci piring.

Warga setempat, khususnya ibu-ibu, lebih banyak menghabiskan waktu untuk naik turun jalanan curam setiap hari demi mengangkut air. Hal ini membuat para ibu sulit melakukan pekerjaan lain.

Namun, sekarang (setelah akses air mudah) banyak ibu-ibu yang bisa ikut bekerja dan menambah penghasilan mereka sendiri di rumahnya.

Kendala penyediaan air di Desa Pulutan

Pemerintah telah membentuk Pamsimas di Desa Pulutan itu sendiri pada tahun 2010 yang lalu. Namun, dalam pelaksanaannya masyarakat desa setempat terkendala dengan pendanaan.

Nashikun menjelaskan, saat pertama kali Pamsimas hadir ke desanya, mereka membangun fasilitas penampungan air yang dilengkapi mesin pompa agar mudah mengalirkan air ke rumah warga.

Namun, ada dua kendala utama yang masih dirasakan warga setempat dalam memperoleh air bersih.

Pertama, masyarakat harus bergantian atau bergiliran untuk mendapatkan jatah aliran air.

Giliran yang dilakukan karena fasilitas penampungan yang ada tidak mencukupi untuk dapat dapat mengalirkan kepada 400 saluran rumah sekaligus, tetapi setidaknya hanya 200 saluran rumah dan itu tidak bisa terjadi selama 24 jam.

Kedua, ketua kelompok Pamsimas haru menggadaikan sertifikat tanahnya sebagai agunan untuk meminjam uang kepada bank, dan masyarakat harus menebusnya bersama.

Untuk diketahui bahwa dana Pamsimas hanya ditanggung oleh pemerintah sebesar 70 persen, sisanya merupakan dana yang dibebankan kepada desa atau masyarakat setempat pengelola fasilitas.

Hal tersebut dimaksudkan pemerintah agar ada rasa tanggung jawab kepemilikan oleh warga dalam merawat dan menjaga fasilitas yang ada.

Jadi operasional dan perawatan dikembalikan kepada kesepakatan desa setempat mengenai apakah akan mengalokasikan dana desa seluruhnya ataukah sistem iuran bagi warga pengguna fasilitas tersebut.

Sementara pergadaian sertifikat tanah yang dilakukan itu tidak lain untuk melakukan peminjaman kepada bank.

Pinjaman digunakan sebagai agunan guna memiliki dana agar dapat mengelola fasilitas yang ada tetap berjalan dengan baik dan juga melakukan pengembangan sebisa mungkin terhadap fasilitas tersebut.

Baca juga: Hari Air Sedunia, PBB Ajak Semua Orang Bantu Sesama Akses Air Bersih

Danone-AQUA dan Water.org hadir dengan sistem pendampingan Skema Water Credit kepada masyarakat Desa Pulutan untuk membantu memperoleh pinjaman dana ke bank dengan lebih baik pada tahun 2017.

"Alhamdulillah, dengan adanya program dari Danone-AQUA dan Water.org ini, kami bisa mengajukan pinjaman untuk membangun sambungan air ke rumah. Sekarang sudah ada 400 rumah di desa yang memperoleh akses air bersih yang baik, tanpa giliran lagi,” katanya.

Selain kemudahan air bersih yang diperoleh saat ini, ternyata dampaknya juga terjadi pada kualitas kesehatan warga setempat termasuk anak-anak, dan ibu-ibu dapat memanfaatkan waktu mengambil air mereka dahulu dengan melakukan kegiatan lain.

Dijelaskan oleh Direktur Operasional Water.org Indonesia, Don Johnston, bahwa Skema Water Credit fokus pada menciptakan kondisi yang mempermudah Kelompok SPAM Perdesaan dalam meminjam ke lembaga keuangan.

"Kami dan Danone-AQUA memberikan pelatihan pada Kelompok SPAM Perdesaan agar mereka mampu, antara lain, menyusun laporan keuangan, rencana peningkatan pelayanan, rencana anggaran biaya, dan melaksanakan pengelolaan akses air bersih,” ujar Don.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com