Oleh Triana Kesuma Dewi
MAYORITAS penderita kanker payudara di Indonesia baru mendatangi pusat layanan kesehatan ketika sudah berada pada stadium lanjut, yang berakibat pada menurunnya peluang untuk sembuh. Padahal, kanker ini memiliki peluang untuk disembuhkan ketika pasien didiagnosis pada stadium awal dan segera mendapatkan perawatan yang tepat.
Jauh sebelum mencapai stadium empat, sebenarnya perempuan dapat memeriksa sendiri lebih dini kemungkinan adanya indikasi kanker payudara.
Riset terbaru saya dan kolega, dengan sampel 1.967 perempuan berusia 20-60 tahun di Surabaya, diterbitkan baru-baru ini di BMC Public Health, menunjukkan kurang dari separuh (44%) responden pernah mempraktikan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari) dalam setahun terakhir. Faktor psikologis sangat berpengaruh pada jenis pemeriksaan ini.
Angka tersebut tidak terlalu menggembirakan, tapi masih tergolong cukup baik bila dibandingkan dengan rerata di negara-negara Asia Tenggara, misalnya Thailand (23,5%) atau Filipina (36,9%).
Hasil riset ini menjelaskan bahwa perilaku sehat dipengaruhi oleh persepsi individu terhadap suatu penyakit dan strategi yang tersedia untuk mengurangi terjadinya penyakit tersebut. Hampir 33% variasi perilaku memeriksa payudara sendiri dipengaruhi oleh komponen model kepercayaan kesehatan.
Responden dalam penelitian ini sebagian besar menikah (72,3%), berpendidikan SMA atau lebih (53,4%), tidak memiliki riwayat kanker payudara (98,4%) dan tidak memiliki riwayat keluarga dengan kanker (89.3%).
Riset menggunakan jumlah sampel yang cukup besar dan representatif sehingga memungkinkan generalisasi pada populasi yang lebih luas.
Hasil riset kami mengindikasikan kepercayaan dan persepsi individu akan mempengaruhi perilaku sehat mereka. Ketika individu mempersepsikan diri mereka berisiko terpapar suatu penyakit, mereka akan mempraktikkan perilaku sehat yang diperlukan untuk menghindari penyakit tersebut.
Konsep Health Belief Model (HBM) Rosenstock menyebutkan ada 6 komponen yang mempengaruhi perilaku sehat individu:
Dalam riset kami tampak bahwa praktik Sadari berhubungan dengan tingginya persepsi individu akan manfaat Sadari (3) dan efikasi dirinya untuk melakukan perilaku tersebut (6).
Artinya, partisipan menilai bahwa manfaat untuk memeriksa payudara sendiri cukup besar untuk meningkatkan status kesehatannya, yaitu dapat mendeteksi lebih awal ketika ada ketidaknormalan pada payudara dan mendapatkan pengobatan yang tepat lebih awal.
Mereka cenderung mempraktikkan Sadari dibandingkan dengan kelompok yang memiliki persepsi manfaat yang lebih rendah.
Selain itu, perempuan yang memiliki keyakinan diri untuk melakukan Sadari dengan benar dan yakin mampu mengenali bila terdapat abnormalitas pada payudaranya, juga menunjukkan kecenderungan untuk melakukan Sadari.
Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa praktik Sadari berkorelasi dengan persepsi akan hambatan (4) yang dirasakan oleh individu.