Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuak untuk Terapi Narkoba, Pakar Adiksi Minta Jangan Asal Klaim

Kompas.com - 27/11/2019, 13:14 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

Banyak pertanyaan

Beberapa hal yang patut dipertanyakan seperti apakah konsumsi alkohol setelah dialihkan menjadi sering dan bagaimana cara mengontrolnya.

Bagaimanapun, lanjut Hari, alkohol adalah mother of drugs. Di mana kebanyakan pemakai narkoba berawal dari alkohol, rokok, dan zat-zat lainnya.

"Ini juga harus menjadi perhatian. Pada awalnya mungkin bisa dikontrol minumnya, tapi bisa jadi kemudian mereka lebih banyak minum alkoholnya atau justru minum alkohol dan ditambah dengan zat lain meski sudah berhenti memakai (narkoba)," terang Hari.

Sebagai peneliti obat-obatan terlarang, Hari mengatakan bahwa terapi pengobatan yang tidak pas justru dapat merugikan dan tidak memberi manfaat.

"Di kemudian hari, jika tuak diklaim sebagai terapi narkoba, kita harus memperhatikan dampak sosial ke depannya. Tidak hanya dampak ke peminum tuak tersebut," ungkap dia.

Dampak sosial yang dimaksud Hari terkait dengan kontrol apa yang memastikan seseorang tidak mabuk dan tidak melakukan hal-hal buruk di luar kendali (saat mabuk).

Baca juga: Kenapa Pecandu Narkoba Susah Berhenti dan Bisa Kambuh Lagi?

Kemudian apakah tuak tersebut benar aman untuk kesehatan pengguna.

Terlebih, proses produksi tuak tradisional mengalami kontaminasi metanol. Padahal, kontaminasi metanol ini yang berbahaya.

Metanol merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Metanol berbentuk cairan ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas.

Metanol sering digunakan sebagai bahan additif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan industri; Penambahan "racun" ini akan menghindarkan industri dari pajak yang dapat dikenakan karena etanol merupakan bahan utama untuk minuman keras (minuman beralkohol).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com