KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan menyebut, tuak asli dari Sumatera Utara baik untuk terapi narkoba.
"Yang asli ya, supaya jangan ada yang salah. Kalau yang oplosan saya minta polisi nangkap karena itu kejahatan. Jadi tuak baik untuk terapi narkoba, minum seperlunya, ambil manfaatnya," kata Hinca di halaman kantor Ditresnarkoba Polda Sumut, Selasa sore (26/11/2019).
Menurut Hinca, narkoba membuat orang menjadi galau, mata terbuka, pikiran ke mana-mana, tidak bisa tidur, dan memicu kejahatan.
"Kalau Anda minum tuak seperlunya, matamu tertutup, tidurmu nyenyak, jam 5 pagi bangun kerja baik lagi. Kalau narkoba, kau ambil sedikit dan kau masuk penjara dan kau rusak badanmu," kata Hinca.
Menurutnya, tuak tidak membahayakan dan bisa lupa dengan narkoba.
Baca juga: Hinca Panjaitan: Minum Tuak Baik untuk Terapi Narkoba
Terkait pemberitaan tersebut, dokter adiksi sekaligus peneliti obat-obatan terlarang dari Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience (IMAN) Jakarta, Hari Nugroho, angkat bicara.
Hari mengatakan, klaim tuak bisa menyembuhkan pemakai narkoba tidak benar. Itu hanya mengalihkan dari satu zat ke zat yang lain.
"Kalau kita perhatikan klaimnya, yang namanya tuak itu kan mengandung alkohol tradisional. Jadi, ketika itu diklaim sebagai terapi, maka sesungguhnya hanya mengalihkan dari satu zat ke zat yang lain," kata Hari dihubungi Kompas.com, Rabu (27/11/2019).
Dalam hal ini adalah narkoba, seperti sabu, ganja, dan lain sebagainya, yang kemudian dialihkan ke penggunaan alkohol.
"Tidak tepat sebetulnya kalau dibilang terapi, tapi lebih ke arah mengalihkan penggunaan (narkoba) ke penggunaan lain (alkohol)," imbuh dia.
Hari menambahkan, hingga saat ini belum ada penelitian ilmiah yang membuktikan hubungan antara penggunaan narkoba dengan terapi tuak.
Selain terapi tuak, sebelumnya juga sudah muncul beberapa terapi lain yang diklaim dapat mengobati orang-orang dengan penyalahgunaan zat terlarang.
Hari mengingatkan, sebelum mengklaim sesuatu dapat digunakan untuk pengobatan atau terapi narkoba, harus ada pembuktian secara ilmiah apakah betul klaim tersebut memang bermanfaat.
"Jika bisa dibuktikan, tentu saja bisa diterima. Tapi kalau hanya sekadar klaim, ya jatuhnya hanya testimonial semata," kata Hari.
"Mungkin bisa diterapkan ke satu orang, tetapi tidak bisa digeneralisir secara umum bahwa itu bermanfaat. Ini juga termasuk terapi tuak, patut kita pertanyakan juga," sambungnya.