Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengaruh Resisten Antimikroba Bagi Kesehatan Manusia dan Hewan

Kompas.com - 24/11/2019, 12:04 WIB
Ellyvon Pranita,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Resistensi Antimikroba (Antimicrobial Resistance/AMR) dapat digolongkan menjadi bencana multisektoral, karena bisa berpengaruh kepada manusia dan hewan sekalipun. AMR berkaitan dengan kemampuan individu untuk mengobati infeksi serius, dan butuh prosedur medis yang relevan.

Dokter anak Purnamawati Sujud SpA, mengatakan bahwa resisten terhadap antimikroba dapat menyebabkan kemampuan pulih individu (manusia atau hewan) dari penyakit yang disebabkan oleh mikroba (virus, bakteri, jamur, parasit, protozon) akan sulit dilakukan.

Untuk diketahui, ada dua alasan utama mengapa antimikroba tidak dapat menyembuhkan infeksi.

- Antimikroba bukan pengobatan yang tepat atau telah digunakan secara tidak sesuai.

- Kuman penyebab infeksi telah menjadi resisten terhadap pengobatan, dalam proses yang disebut resistensi antimikroba (AMR).

Setiap kali kita menggunakan antimikroba seperti antibiotik untuk mengobati infeksi pada manusia, hewan dan tanaman, kuman-kuman ini memiliki kesempatan untuk menjadi kebal terhadap pengobatan tersebut. Akibatnya, antimikroba semakin tidak efektif seiring berjalannya waktu. 

AMR telah menyebabkan kegagalan pada pengobatan. Tanpa antimikroba yang efektif, akan lebih banyak lagi manusia, hewan dan tanaman yang berisiko mati karena infeksi.

Ilustrasi obat-obatantheevening Ilustrasi obat-obatan

Resisten antimikroba pada manusia

dr Wati menjelaskan bahwa saat ini dunia sudah mengalami kembali fase pre-antibiotik. Maksudnya adalah zaman dimana antibiotik belum ditemukan.

Hal itu menurutnya karena tingkat morbidity (kesakitan) yang disebabkan oleh mikroba, dan tak dapat diobati bahkan cenderung meningkat per tahun yaitu sekitar 700 ribu orang.

"Masanya kita saat ini sudah berubah, kita seperti diplantingkan kembali pada masa sebelum antibiotik ditemukan," kata Wati dalam acara pekan kesadaran antibiotik sedunia 2019 di Lampung, Kamis (21/11/2019).

Padahal antimikroba itu ada untuk mengobati penyakit yang disebabkan organisme mikroba itu, biar membunuh atau menghambat laju pertumbuhan mikroba yang menyerang daya tahan tubuh.

Baca juga: Makhluk Tercerdik itu Bernama Mikroba

Secara sederhana, dicontohkan oleh Wati, yaitu penyakit TBC di Indonesia yang saat ini menjadi nomor tiga jumlahnya terbanyak di dunia.

"Kenapa itu terjadi? Soalnya mengobati pasien TBC itu susah sekali, mereka banyak yang mengalami resisten (AMR). Kita sudah ada antimikroba, tetapi karena mereka sudah ada resisten antimikroba, makanya mesti nyari lagi harus pakai apa mengobati organisme yang menyerang itu," ujarnya.

Penyebaran resistensi antimikroba ini juga dapat berisiko dialami siapa saja pada usia berapa saja termasuk bayi. Hal itu bisa terjadi karena ibu yang mengandung memiliki resistensi terhadap antimikroba, jadi meskipun bayi belum diberikan antimikroba atau antibiotik sekalipun.

Jika hal itu terus terjadi dan tidak segera dilakukan penanganan secara optimal secara global, AMR diprediksi akan menjadi pembunuh nomor satu di dunia pada tahun 2050, dengan tingkat kematian mencapai 10 juta jiwa per tahun.

Foto dirilis Sabtu (2/11/2019), memperlihatkan seorang penggembala mendekati hewan ternaknya di peternakan leluhur di Desa Winowanga, Lore Timur, Poso, Sulawesi Tengah. Meski dilepasliarkan, namun setiap penggembala dapat mendekati ternak itu dengan meneriakkan kata Bure berulang-ulang dan sapi-sapi itu berlari dari balik bukit.ANTARA FOTO/BASRI MARZUKI Foto dirilis Sabtu (2/11/2019), memperlihatkan seorang penggembala mendekati hewan ternaknya di peternakan leluhur di Desa Winowanga, Lore Timur, Poso, Sulawesi Tengah. Meski dilepasliarkan, namun setiap penggembala dapat mendekati ternak itu dengan meneriakkan kata Bure berulang-ulang dan sapi-sapi itu berlari dari balik bukit.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau