BOGOR, KOMPAS.com -- Diberkahi tanah yang subur, pertanian menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat Indonesia. Untuk menggambarkan kesuburannya, band legendaris Koes Ploes berujar “tongkat dan batu jadi tanaman” dalam lirik lagunya Kolam Susu.
Namun, Itu mungkin hanya cerita lama. Lahan garapan semakin sempit karena telah beralihfungsi, sementara lahan yang ada tak lagi subur. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan pupuk kimiawi yang justru tak bersahabat dengan tanah.
Oleh karena itu, para peneliti dari Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) berupaya untuk mengubah pola pikir masyarakat dalam menggunakan pupuk kimiawi. Caranya, dengan kembali memanfaatkan mikroba yang telah ada di dalam tanah.
Rizobakteri pemacu tumbuh tanaman (RPTT), atau dikenal juga dengan plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR), merupakan mikroba yang berkoloni dengan akar dan berperan dalam mengikat nitrogen bagi tanaman. Secara alami, mikroba ini telah ada di dalam tanah, tetapi tergerus akibat pupuk kimiawi.
(Baca juga: Berhasil Diluncurkan, LAPAN A3/IPB Siap Pantau Lahan Pertanian dan Laut)
“Rizobakteri sangat berperan penting bagi pertumbuhan tanaman. Misalnya, rizobakteri menghasilkan root factor yang dapat memerintah akar bergerak ke tempat yang banyak nutrisi bagi tanaman,” kata Peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI, Sarjiya Antonius di IPB International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Senin (17/7/2017).
Selain itu, rizobakteri juga punya sistem untuk menangkap kondisi di luar tubuhnya. Dengan begitu, rizobakteri memiliki kecepatan beradaptasi yang tinggi dan kondisi ini akan membantu tanaman bertahan terhadap ganggun dari serangan patogen.
Bahkan ketika berhadapan dengan karbamat pestisida yang beracun sekalipun, rizobakteri mampu merombak karbamat dan mengubahnya menjadi bahan makanan. Alhasil, Anton pun menyebut mikroba sebagai makhluk tercerdik di dunia.
“Saya bilang makhluk tercerdik di dunia ya mikroba, karena kecepatan adaptasinya. Beberapa hari lalu saya kaget juga, di dasar laut pun (mikroba) hidup. Coba bayangin, karbamat pestisida sangat beracun, dia bisa merombak, dan lebih hebat lagi digunakan untuk makan,” ujarnya menjelaskan.
Untuk menumbuhkan makhluk cerdik ini, Anton bersama koleganya membuat formula untuk menumbuhkan rizobakteria dari hasil penelitian. Mikroba tersebut ditumbuhkan dengan menggunakan bahan yang tersedia di alam. Salah satunya dengan kecambah yang banyak mengandung asam amino, bahan penting untuk mensintesiskan hormon tumbuh.
Namun, LIPI tidak bisa menjual produk berupa formula RPTT. Oleh karena itu, LIPI pun menjual lisensi non-eklusif formula RPTT agar bisa dibuat menjadi sebuah pupuk organik.
Awalnya, Anton dan koleganya bergerak hampir ke seluruh indonesia untuk mendesiminasi formula rizobakteria kepada petani. Hasilnya, tak ada petani yang mengeluh dengan kualitas rizobakteria dan kini telah ada dua perusahaan yang menggunakan lisensi LIPI untuk dibuat produk.
Anton mengatakan, yang kami lisensikan baru satu (formula rizobakeria). Produknya sekarang ini umum, tidak ada untuk tanaman jenis tertentu. Tapi nanti akan bertambah (lisensi).
Sejauh ini, daerah yang telah menggunakan rizobakteri adalah Purbalingga, Wonogiri, dan Ngawi. Berkat formula tersebut, penggunaan pupuk kimiawi berhasil diturunkan hingga 50 persen.
Meski belum mendata peningkatan produksi para petani, Anton telah melihat adanya pertambahan petani organik di Purbalingga. Lalu, pemerintah daerah juga ikut membantu membeli alat-alat yang dibutuhkan.
“Petani muda itu begitu antusias karena sampai yang namanya PPL (petugas penyuluh pertanian) diajak ke tempat kami 50-60 orang. Orang kaget, ternyata bikin pupuk tidak main-main ya. Kalau di Jawa yang tanahnya sudah baik, peningkatan produksi bisa sampai 15-30 persen. Tergantung tanahnya juga,” ujar Anton.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.