KOMPAS.com - Sebagian masyarakat merasa jijik ketika mengetahui Sarwendah memberikan ASI-nya untuk Betrand Peto. Padahal, Betrand meminum ASI ibu angkatnya itu dengan menggunakan gelas.
Fenomena ibu susu atau wanita memberikan ASI untuk anak orang lain bukanlah hal baru.
Namun, kenapa banyak orang merasa jijik dengan hal ini?
Mencari jawaban itu, Kompas.com menghubungi seorang pengamat sosial budaya, Dr Endang Mariani M.PSi, Selasa (22/11/2019).
Endang berkata, pemberian ASI kepada anak bukan kandung sudah ada sejak zaman dahulu. Namun, belakangan ini, pilihan untuk memberikan ASI dari ibu susu atau donor ASI yang dilakukan oleh ibu-ibu muda mulai terdengar kembali dan menjadi viral.
Baca juga: Soal Betrand Peto Minum ASI Sarwendah, Ini Kata Ahli Gizi
"Bahkan karena dilakukan oleh public figure yang diunggah di media sosial, banyak tanggapan mengenai hal tersebut. Ya salah satunya adalah reaksi jijik dengan hal itu," kata dia.
Endang menjelaskan, rasa jijik dengan pemberian ASI dari sudut pandang psikologi.
Dia berkata, perasaan "jijik” (disgust) merupakan salah satu dari enam emosi dasar yang dimiliki manusia, lebih dari sekadar perasaan.
Hal ini biasanya terkait dengan persepsi terhadap sesuatu yang dipengaruhi oleh budaya, sikap, nilai, dan norma yang berlaku dalam suatu masyarakat.
"Jadi munculnya ekspresi 'jijik' itu sendiri bisa berbeda-beda. Dengan kata lain, apakah sesuatu kemudian dianggap menjijikkan atau tidak tergantung pada persepsi individu yang dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya," ujarnya.
Selain itu, beberapa faktor, seperti emotional judgment, sikap, nilai, dan keyakinan terhadap sebuah peristiwa, fenomena atau perilaku yang bisa berubah dan berbeda dari satu budaya dengan budaya lain, juga sangat memengaruhi munculnya perasaan jijik.
"Terhadap fenomena ibu susu, saya sendiri berpendapat, tidak ada yang salah. Selama itu dilakukan dengan tetap berpegang pada aturan dan nilai yang ada, dengan memenuhi syarat-syarat tertentu. Dalam hal ini adalah adanya indikasi medis, psikologis, dan tidak keluar dari norma agama. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Ada aturan yang harus diikuti," jelasnya.
Endang juga menyebutkan, beberapa aturan yang seharusnya diikuti, seperti hanya dilakukan oleh ibu yang juga memiliki anak di bawah dua tahun.
Jika itu dilakukan terhadap anak yang telah berusia dua tahun atau lebih, menurut Endang, ini sudah di luar kewajaran. Apalagi jika dilakukan secara langsung, tanpa melalui alat bantu (seperti botol susu atau gelas) dan proses tertentu.
Ibu susu dan bukan anak kandung yang disusui harus jelas identitas dan kondisi kesehatannya.