Selain untuk tujuan menjaga “keamanan” kesehatan secara medis, seperti menularnya penyakit-penyakit tertentu, juga untuk menjaga kejelasan identitas yang dapat berpengaruh terhadap berbagai kemungkinan pada masa datang.
"Dalam agama Islam, misalnya, anak sepersusuan, apabila berbeda jenis kelamin, dilarang untuk menikah satu sama lain. Demikian juga ibu susu dengan anak susuannya. Oleh karena itu, kejelasan identitas menjadi penting," ujarnya.
Berdasarkan banyak penelitian ilmiah di bidang medis maupun psikologi, tidak terbantahkan manfaat dan pentingnya pemberian air susu ibu (ASI) oleh ibu yang sehat kepada anak-anaknya, segera setelah bayi dilahirkan hingga berusia dua tahun. Terkecuali untuk kasus-kasus langka, di mana bayi alergi terhadap ASI.
Pemberian ASI eksklusif sampai dengan bayi berusia enam bulan sangat disarankan.
Kemudian, pemberian ASI lanjutan bersama dengan makanan tambahan sampai bayi berusia dua tahun juga merupakan hal yang sangat penting diperhatikan untuk perkembangan kesehatan fisik dan psikis pada masa kanak-kanak.
Namun, persoalan yang sering terjadi yaitu kondisi-kondisi tertentu yang dialami ibu sehingga tidak dapat memberikan ASI kepada anak-anaknya, misalnya karena sakit, ASI tidak keluar atau tidak mencukupi kebutuhan.
"Solusi instan yang umumnya diambil adalah dengan memberikan susu formula sebagai pengganti. Tentu saja susu yang berasal dari sapi dan telah mengalami serangkaian proses tidak bisa menyamai kualitas ASI," kata dia.
Namun, karena secara dan psikologis, kata Endang, keutamaan ASI itu lebih baik dibanding air susu sapi yang telah melalui serangkaian proses menjadi susu formula.
Maka, secara kognitif, seharusnya pandangan masyarakat terhadap fenomena ibu susu (donor ASI) dapat diubah melalui pemahaman budaya dan norma agama.
"Ibu susu versus sapi susu, mana lebih menjijikkan?" tanyanya.
Endang pun mengaku pernah menjadi ibu susu bagi keponakannya.
"Kebetulan saat itu, ibu dari keponakan saya sakit. Air susunya tidak keluar sama sekali, dan keponakan saya tersebut mengalami alergi terhadap susu formula. Sementara, ASI saya melimpah," cerita dia.
Bayi yang Endang susui saat itu masih berusia sekitar dua bulan, masih rewel luar biasa dan menangis terus. Akhirnya dengan seizin suami dan keluarga, dia menyusui keponakannya itu selama lebih kurang 2-3 minggu.
"Kesediaan saya menjadi ibu susu juga harus melalui pertimbangan medis dan psikologis, dengan berpegang pada nilai agama," ujarnya.
Baca juga: Soal Betrand Peto Minum ASI Sarwendah, Ini Tanggapan Psikolog Keluarga
Endang mengingatkan, ketika seseornag memutuskan menjadi ibu susu atau menjadi donor ASI, sebaiknya hal ini bukan untuk dipublikasikan atau sekadar untuk popularitas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.