"Pada kondisi demikian, panas matahari akan lebih banyak terbuang dan hilang ke angkasa. Itu yang menyebabkan suhu udara musim kemarau lebih dingin daripada suhu udara musim hujan," jelasnya.
"Pada kondisi musim kemarau seperti saat ini, beberapa tempat di Jawa yang berada di daerah pegunungan, akan berpeluang untuk mengalami kondisi udara permukaan kurang dari titik beku 0 derajat Celsius. Ini disebabkan molekul udara di daerah pegunungan lebih renggang dari pada dataran rendah sehingga sangat cepat mengalami pendinginan, lebih lebih pada saat cuaca cerah tidak tertutup awan atau hujan," imbuhnya.
Kemudian, pada malam hari uap air di udara akan mengalami kondensasi dan mengembun, hingga akhirnya embun jatuh ke tanah, dedaunan atau rumput.
Air embun yang menempel dipucuk daun atau rumput akan segera membeku karena suhu udara yang sangat dingin ketika mencapai minus atau nol derajat.
Embun es menutup permukaan tanah dan lahan pertanian di dataran tinggi. Fenomena dinginnya cuaca saat ini adalah normal saat kemarau.
Cuaca cerah siang hari menyebabkan potensi terjadinya hujan menjadi minim. Angin dominan dari Australia bersifat kering.
Suhu dingin terutama di malam hari disebabkan masih berlangsungnya musim kemarau.
Pada musim kemarau, tutupan awan jauh lebih sedikit sehingga di malam hari tidak ada gelombang panas dari permukaan bumi yang kembali dipantulkan.
Kondisi Kandungan air di udara pun sangat sedikit jumlahnya yg diikuti rendahnya kelembaban udara.
Baca juga: BMKG Sebut Suhu Dieng Terdingin se-Indonesia, Benarkah Capai 11 Derajat Celsius?
Diprakirakan musim kemarau 2019 akan berakhir pada pertengahan Oktober.
Prediksi ini berdasarkan kondisi di Benua Australia yang masih mengalami musim dingin, ditandai adanya pola-pola tekanan tinggi di daerah tersebut yang menyebabkan pergerakan angin dan massa udara berhembus menuju Asia diiringi sifat udaranya lebih dingin dan umumnya kering.
Hal inilah yang menyebabkan suhu udara musim kemarau lebih dingin daripada suhu udara musim hujan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.