Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BRG Paparkan 4 Persoalan Lahan Gambut yang Harus Dituntaskan

Kompas.com - 02/10/2019, 10:33 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

"Misal, daerah lahan gambut ada yang sudah sesuai masuk kawasan budidaya termasuk konservasi, ini yang dijaga sesuai perlakuan alam konservasi," ucap Alue.

Selain itu, juga terdapat beberapa daerah yang memanfaatkan hasil alam atau menggunakan lahan gambut sesuai porsi, seperti menanam padi dan sagu yang cocok di lahan gambut.

"Nah yang begini harusnya didorong untuk tetap mempertahankan itu, juga difasilitasi ya penjualannya atau marketnya dibantu pemerintah. Jadi mereka tidak cuma menghasilkan dan menjaga lahan saja, tapi ada penghasilan dan target pasarnya untuk kemakmuran mereka (petani di lahan gambut)," tuturnya.

Termasuk juga masyarakat yang membuat kerajinan dari purun yang tumbuh di lahan gambut, seharusnya diberikan wadah atau dicarikan pasar penjualan karya mereka, kata Alue.

Bahkan, dijelaskan Alue bahwa ada pemanfaatan energi biomassa yang dihasilkan oleh alam lahan gambut, yang seharusnya ini dilirik oleh pemerintah untuk dijadikan alternatif pemanfaatan lahan gambut tanpa perusakan lahan itu.

4. Perubahan regulasi

Keempat, perlu adanya perubahan regulasi yaitu penekanan terhadap perilaku manusia dan penegakan hukum yang tegas.

"Ini yang perlu direstorasi otak manusianya, bukan hanya restorasi fisik (lahan gambut)," katanya.

Karena meskipun restorasi gambut terus digalakkan, namun regulasi terhadap perilaku manusia atau oknum yang terus-menerus tidak sadar akan manfaat dan dampak fatal dari rusaknya lahan gambut tersebut masih akan terus berlanjut kerusakan alam di lahan gambut.

Menurut Alue, kebakaran hutan dan lahan gambut (karhutla) terus terjadi di Indonesia itu disebabkan karena regulasi terhadap perilaku manusia yang membakar dengan sanksi yang dianggap banyak pihak merupakan sanksi ringan.

"Termasuk juga regulasi pemanfaatan lahan, misal penanaman dilahan gambut tidak boleh dengan kedalam tiga meter dan lainnya, karena itu kalau dibiarkan yang menggangu ekosistem tetap," ujarnya.

Contohnya, orang Dayak memanfaatkan lahan gambut dengan menanam tanaman di kedalaman tidak sampai satu meter. Ini artinya, orang Dayak tahu jika menanam tanaman lebih dalam lagi maka unsur zat beracun di lahan gambut akan keluar.

Baca juga: Ketika Pengelolaan Gambut Indonesia Jadi Rujukan Internasional

Saat ini Alue berharap agar semua kalangan mendorong pemberian edukasi kepada masyarakat agar sadar betapa pentingnya menjaga eksistensi lahan gambut ini.

"Indonesia satu satunya negara yang punya badan khusus restorasi gambut. Enggak ada di manapun di dunia. Tapi harusnya ada kewenangan juga biar bisa melarang atau memberikan peringatan kepada mereka yang akan berpotensi merusak lahan gambut, saat ini hanya perihal izin yang kategorinya sudah ditetapkan pemerintah," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com